TPA Galuga Masih Berbahaya

Sumber:Kompas - 18 Maret 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Bogor, Kompas - Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, masih mengancam keselamatan para pemulung. Pengelola TPA Galuga tidak membangun sarana penahan di sekeliling area penumpukan sampah.

Adapun penumpukan sampah setiap hari terus berlangsung di area tempat pembuangan yang miring. Kondisi ini rawan terjadi longsor kembali setelah longsor meruntuhkan talut TPA Galuga, Selasa (16/3).

Sejak tahun 2010 saja longsor sudah terjadi dua kali. Terakhir, longsor menewaskan 4 pemulung dan melukai 7 pemulung lain. Pengelola diminta warga bertanggung jawab atas musibah yang terjadi di tempat ini.

”Kondisi tempat ini sangat tidak ideal. Hujan yang turun ke tumpukan sampah mengendap ke lereng yang lebih rendah. Lama-lama endapan air ini akan penuh. Jika turun hujan lagi, sampah di atasnya akan mudah longsor,” tutur Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Kukuh Murtilaksono, Rabu, saat ditemui di TPA Galuga.

Menurut Kukuh, pengelola seharusnya menutup area penumpukan dan melengkapi penimbunan sampah dengan kolam-kolam pengolahan air lindi (limbah cair dari tumpukan sampah). Sarana ini memperkecil kemungkinan longsor karena lindi disalurkan ke kolam pengolahan.

Pengelola harus membangun manajemen yang lebih baik untuk memperkecil dampak negatif di sekitar lokasi. Banyak dari para pemulung yang membangun gubuk di area penumpukan sampah. Lokasi tempat tinggal mereka rawan longsor.

Pengelola, katanya, harus membatasi kunjungan pemulung ke tempat penumpukan sampah. Berdasarkan aturan yang tertera di area TPA Galuga, pemulung diperbolehkan masuk ke lokasi pada pukul 06.00-17.00. Namun kenyataannya, pemulung bisa mengumpulkan sampah sejak pukul 02.00 sampai pukul 18.00.

Kunjungan pemulung bisa diperketat dengan memperbaiki pengolahan sampah di tingkat hulu. Sampah di tingkat rumah tangga mestinya sudah dipilah oleh warga ke dalam golongan sampah organik dan non-organik. Hal ini mempermudah penanganan sampah di tingkat hilir (penampungan sampah). ”Penanganan di sektor hulu juga bisa dilakukan pemerintah dengan membangun tempat pembuangan sampah antara,” katanya.

Meski disadari banyak masalah, warga meminta agar pemerintah tidak menutup TPA Galuga. Kepala Desa Galuga Endang Sujana meminta pengelola memberdayakan kembali sarana instalasi pengolahan air limbah. Sarana ini tidak beroperasi secara maksimal karena masih terdapat limbah cair berwarna hitam di sungai yang berdampingan dengan sawah warga.

”Pengelola harus bertanggung jawab menyediakan sarana yang ramah lingkungan,” katanya.

Harapan yang sama disampaikan Salmah (45), pemulung warga Desa Galuga. Selama tujuh tahun, Salmah menggantungkan hidupnya dengan menjual sampah di Galuga. Hasil keuntungan penjualan sampah ini kemudian dipakai untuk menyekolahkan dua anaknya. Salmah hanyalah satu dari separuh warga Desa Galuga yang menggantungkan hidupnya dengan menjual sampah.

TPA Galuga terletak di lahan seluas 17 hektar yang dikelola Pemerintah Kabupaten Bogor (4 hektar) dan Pemerintah Kota Bogor (13 hektar). Lokasi ini menjadi tempat pembuatan sampah dari seluruh Kota Bogor dan 6 kecamatan di Kabupaten Bogor.

Bertanggung jawab

Saat ditemui di TPA Galuga, Sekretaris Daerah Kota Bogor Bambang Gunawan mengatakan, pemkot bertanggung jawab penuh atas musibah di TPA Galuga. Seluruh biaya pengobatan korban luka-luka ditanggung Pemkot Bogor. Untuk korban meninggal dunia, Pemkot Bogor memberikan santunan masing- masing Rp 5 juta kepada keluarga korban. Bambang menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk mengusut musibah tersebut.

Pemkot Bogor, tuturnya, tidak menutup operasional TPA Galuga meski pada Selasa lalu emplasemen tempat penurunan sampah longsor. Pembuangan sampah dialihkan melalui pintu sektor I. ”Jadi, tidak perlu khawatir, sampah-sampah tetap diangkut dan dibuang di TPA ini,” katanya.

Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar Tomex Korniawan mengatakan, hingga Rabu petang, belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus longsornya emplasemen TPA Galuga. Petugas kepolisian telah memeriksa 6 saksi, yang terdiri dari sopir truk, para korban luka, petugas perata sampah, kepala dusun, dan kepala desa.

Rencananya, penyidik memanggil saksi ahli dari Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional. ”Setelah semua barang bukti lengkap, kami akan gelar perkara untuk menganalisis dan memutuskan apakah dalam musibah itu terjadi akibat unsur kelalaian atau musibah semata,” katanya. (ndy/rts)



Post Date : 18 Maret 2010