MEMASUKI hari keempat, penutupan tempat pembuangan akhir (TPA) Cipayung, Kota Depok, menyisakan duka bagi para pemulung. Mereka umumnya juga warga Kampung Bulak Barat, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, dan biasa mengais rezeki di TPA Cipayung.
Sedikitnya, 250 pemulung kehilangan pendapatan akibat penutupan TPA tersebut. Padahal, setiap hari seorang pemulung bisa mengantongi uang dari hasil memulung Rp30 ribu sampai Rp50 ribu.
Asenih, 56, misalnya. Ia mengaku sudah 10 tahun lebih memulung di TPA Cipayung. Baginya, TPA Cipayung merupakan tempat penyimpanan "emas". Hanya saja, emas-emas tersebut masih dalam bentuk kasar berupa sampah. "Kalau kita jual, sampah-sampah itu bisa berubah jadi duit. Setiap hari saya dapat Rp30 ribu-Rp50 ribu per hari. Cukup untuk menghidupi keluarga," katanya.
Setelah TPA Cipayung ditutup, kini Asenih terpaksa harus menganggur. Sejak itu ia hanya coba mengais rezeki dari tumpukan sampah lama. "Hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Sejak pagi sampai siang saya hanya dapat setengah karung. Sudah empat hari tempat ini sepi karena ditutup. Biasanya rame, sampai ratusan orang mulung. Kalau ditutup begini, ya terpaksa nganggur," ujarnya, lirih.
Warga RT 001/RW 07 itu mengatakan, penutupan TPA Cipayung oleh para sesepuh kampung tidak ada pemberitahuan. "Kalau ditutup, kami yang susah. Terpaksa kami nyari barang dengan menggali, dan hasilnya tidak seberapa. Kami ingin agar tetap dibuka seperti semula dan diadakan kembali," katanya, penuh harap.
Hal senada dikatakan Asep (35). Menurutnya, 250 orang yang berprofesi sama dengan dirinya kini hidup terkatung-katung. "Mereka bingung dari mana akan ngasih makan keluarga mereka. Sudah empat hari ini saya hanya dapat uang Rp5.000," katanya.
Biasanya, lanjut Asep, seorang pemulung mendapatkan penghasilan lebih dari Rp40 ribu per hari. Dalam satu bulan, menurutnya, seorang pemulung dapat mengumpulkan uang sampai Rp1.950.000 per orang. "Kalau ditutup begini, kami hanya bisa ngumpulin Rp5.000 per hari. Kami ingin agar TPA cepat dibuka lagi," katanya, penuh harap.
Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Rahmat Hidayat menuturkan, penutupan TPA sebetulnya tidak hanya berimbas pada para pemulung, tapi juga pada truk-truk pengangkut sampah. Dikatakan, 56 sopir truk pengangkut sampah dan kernetnya sudah empat hari menganggur.
Satu truk pengangkut sampah, katanya, dikendarai seorang sopir, dibantu empat kernet. "Setiap satu rit truk sampah, kernet biasanya dapat menyisihkan barang bekas dan bisa mengumpulkan penghasilan sekitar Rp200 ribu. Jumlah itu dibagi rata dengan sopir dan empat keneknya. Kalau TPA tidak beroperasi, ya tidak ada lagi penghasilan buat mereka," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Kota Depok Babai Suhaimi menilai, penurunan penghasilan pemulung hanyalah pengalihan isu. Sebab, area seluas sekitar 12 hektare masih memiliki banyak barang bekas dengan cara digali atau dikais. "Bohong besar kalau pemulung itu penghasilannya menurun. Itu dipolitisasi. Kalau mau bekerja keras, kan bisa dengan mengorek-ngorek," katanya.
Babai mengatakan, penutupan TPA Cipayung sudah menjadi keputusan warga. Keputusan tersebut diambil dari hasil pertemuan. "Warga sepakat TPA itu ditutup dengan syarat ada gantinya dari pemerintah. Jadi, pemerintah harus bertanggung jawab. Setelah menyepakati 12 permintaan warga, barulah bisa kembali dibuka," katanya. Iskandar Hadji
Post Date : 25 Januari 2011
|