|
Keberadaan tempat pembuangan akhir sampah di kawasan Basirih makin mengkhawatirkan. Rembesan air sampah dengan bau menyengat semakin mencemari sungai bahkan sumur milik warga. Akibatnya, tidak sedikit warga sekitar yang mengalami gatal-gatal setelah mengkonsumsi air tercemar tersebut. Tragisnya, meski sudah mencuat belum tindakan kongkret dari pemko untuk memperbaikinya. "Rembesan airnya semakin parah. Sungai dan tempat mandi cuci kakus (MCK) warga sudah tidak sehat lagi. Belum lagi polusi bau yang menyengat. Karena itu kami mengharapkan pemerintah segera bertindak," ujar ketua RT 56 Kelurahan Basirih, Suriansyah kepada pers beberapa waktu lalu seusai mengadu ke DPRD Banjarmasin. Menurut sejumlah warga yang ditemui BPost di kawasan tersebut, Rabu (8/6), kondisi mengenaskan itu dikarenakan terhentinya aktivitas pengurukan tanah terhadap tumpukan sampah yang selama ini dilakukan pengelola. "Karena tidak pernah diuruk lagi, sampahnya terus menumpuk dan berceceran ke jalan bahkan pemukiman kami. Sudah sekitar satu tahun ini, tidak ada lagi ada pengurukan. Kami yang akhirnya jadi korban," cetus seorang warga. Secara terpisah, Direktur CV Jiat Widjaya, Dedi Sunarko selaku pengelola ketika dikonfirmasi pers mengakui terhentinya aktivitas pengurukan terhadap tumpukan sampah tersebut. Hal tersebut dikarenakan dana pengurukan sebesar Rp12 juta tiap bulan dialihkan untuk kegiatan lain. Dijelaskannya, perusahaan ini dikontrak Dinas Kebersihan untuk mengelola sampah di TPA Basirih selama 5 tahun sejak 2002 lalu. Nilai kontraknya, setiap bulannya pemko menbayar perusahaan itu sebesar Rp45 juta. Khusus untuk pengurukan sampah, sesuai kontrak, pengelola diwajibkan menyediakan tanah sebanyak 600 meter kubik per bulan. dws Post Date : 10 Juni 2005 |