|
BEKASI -- Zona 5 tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantar Gebang seluas 4,6 hektare terbakar sejak dua hari lalu. Kebakaran diduga akibat gas metana sampah memanas. Informasi dari Unit Pelaksana Tugas Dinas TPA Bantar Gebang menyebutkan hingga kemarin pukul 13.00 bara api masih menyala di area seluas 500 meter persegi. "Saat ini kami masih berusaha memadamkan api dengan cara membalik tumpukan sampah," kata Joko Sutarman, Kepala Unit Pelaksana Tugas Dinas, kepada Tempo kemarin. Sedikitnya, tujuh unit ekskavator, satu buldoser, tiga mobil pemadam kebakaran, dan dua mobil tangki air dikerahkan untuk melumpuhkan api. Menurut Joko, api pertama membesar dua hari lalu pukul 13.00 saat matahari sangat terik. Diduga, gas metana dalam gunungan sampah setinggi 12 meter itu memanas, lalu menimbulkan api. Sampah yang sebagian besar kering dan angin bertiup kencang membuat api cepat menjalar membakar hampir seluruh area zona 5. Saat itu, upaya pemadaman hanya bisa dilakukan di area pinggir zona sampah. Petugas pemadam kebakaran dari Kota Bekasi sulit menjangkau tumpukan sampah paling atas. Meski kebakaran cukup besar, tidak ada korban jiwa. Sekitar 5.000 pemulung yang saban hari memungut sampah di sekitar lokasi kebakaran berhasil menyelamatkan diri saat api membesar. Asap tebal menyelimuti udara di Kelurahan Ciketing Udik, daerah permukiman di sekitar TPA Bantar Gebang. Hal itu membuat 49 warga sempat memeriksakan diri di pusat kesehatan masyarakat karena susah bernapas. Menurut Joko, warga menderita infeksi saluran pernapasan ringan. "Itu pun bukan disebabkan kebakaran sampah," katanya. "Sebelumnya sudah sering menghirup udara sampah." Kebakaran di area TPA Bantar Gebang, katanya, biasa terjadi tiap tahun pada musim kemarau panjang. Koalisi LSM untuk Persampahan Nasional menyesalkan kebakaran itu. "Kebakaran terjadi karena sampah tidak dikelola dengan baik," kata Bagong Sunyoto, Ketua Koalisi, ketika dihubungi. Zona 5 sudah ditetapkan sebagai zona nonaktif. Pemerintah DKI, kata dia, tidak boleh membuang sampah ke lokasi itu, namun terus saja mengeksploitasi hingga sampah meluber ke jalan. Menurut dia, zona 5 seharusnya ditutup dengan tanah atau dikelola dengan sistem sanitary landfill agar potensi pencemaran sampah terhadap lingkungan di sekitar TPA bisa dihindari. DKI, kata Bagong, telah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sampah. "Lokasi TPA sudah tidak diperbolehkan sistem terbuka, harus diuruk tanah," kata warga Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, itu. Joko yang dimintai pendapatnya tentang aturan itu mengatakan sudah berencana menutup zona 5 dengan tanah. "Tetapi keburu terbakar," katanya. HAMLUDDIN Post Date : 08 Agustus 2008 |