|
Bekasi, Kompas - Lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah Bantar Gebang terancam ditutup meski kontrak kerja sama penggunaannya baru akan berakhir Juni mendatang. Pasalnya, PT Patriot Bangkit Bekasi selaku pengelola belum juga membayar kewajibannya kepada Pemerintah Kota Bekasi sejak Desember lalu. "Kalau sampai tanggal 30 April ini tunggakan belum dibayar ke kas daerah, saya minta agar TPA ditutup. Suratnya sudah kami kirim ke PT PBB tiga minggu lalu, juga tembusannya ke DKI (Jakarta)," kata Wakil Wali Kota Bekasi Mochtar Muhamad, Kamis (20/4). Dalam mengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang, PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) selama ini mengutip dari DKI sebesar Rp 52.500 per ton sampah yang dibuang ke TPA itu. Dari jumlah itu, PT PBB wajib menyerahkan 20 persen kepada Pemkot Bekasi yang selanjutnya menyerahkan kepada warga lima desa sekitar TPA sebagai kompensasi. Dari catatan Kompas, penunggakan pembayaran ke kas daerah sudah berulang kali terjadi. PT PBB selalu beralasan belum menerima pembayaran dari DKI Jakarta. Selain tidak mampu secara rutin membayar ke kas daerah, keterlambatan pembayaran dari DKI itu juga membuat PT PBB terpaksa menghentikan pengoperasian alat-alat berat di TPA Bantar Gebang, seperti yang terjadi awal April lalu. Menurut Mochtar, PT PBB berkewajiban menyetor ke kas daerah Rp 1,4 miliar setiap bulan sehingga dalam empat bulan terakhir ini tunggakan mencapai Rp 5,6 miliar. Anggota Komisi C DPRD Kota Bekasi, Wahyu Prihantono, yang juga anggota tim kecil evaluasi TPA Bantar Gebang, mengungkapkan, Pemkot Bekasi dapat menutup sepihak sebagai bentuk wan prestasi atas kerugian yang mereka alami. Namun, Wahyu mengingatkan agar Pemkot Bekasi bertindak sesuai klausul perjanjian kerja sama yang mereka buat bersama DKI dan PT PBB. Itu penting agar Pemkot Bekasi tidak harus menghadapi gugatan hukum. Harga kontrak Secara terpisah, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Rama Boedi membenarkan hingga kini pihaknya belum membayar kepada PT PBB. Itu terjadi karena pihaknya belum menerima tagihan dari PBB. "Bukannya kami tidak mau membayar. Dana untuk itu sudah tersedia. Malahan kami sudah dua kali meminta agar PBB segera menagih dengan harga sesuai kontrak, tetapi sampai kini mereka belum menagih," ujarnya. Persoalan lain, kata Rama, PBB minta kenaikan harga tipping fee sekitar 10 persen dari harga kontrak sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak. "Tapi untuk saat ini kami hanya bisa memenuhi harga sesuai kontrak. Kalau mau meminta harga ya tentu kan masih harus menunggu persetujuan Gubernur dan DPRD DKI," katanya. Menurut Rama, PT PBB mengusulkan besarnya tipping fee menjadi Rp 60.000 per ton. (COK/PIN) Post Date : 21 April 2006 |