|
Bekasi, Kompas - Ratusan warga dari tiga kelurahan di sekitar Tempat Pemusnahan Akhir Bantar Gebang, Rabu (30/11) pagi, memblokir jalan ke TPA. Siangnya, warga menutup pintu gerbang TPA sehingga ratusan truk sampah dari DKI Jakarta maupun Bekasi tidak bisa membuang sampahnya. Truk-truk sampah itu akhirnya hanya diparkir di pinggir Jalan Raya Narogong. Penutupan TPA yang dilakukan warga kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul, dan Sumur Batu ini merupakan aksi lanjutan dari dialog yang dilakukan warga di DPRD, dua minggu lalu. Serupa dengan tuntutan yang diajukan warga dalam dialog mereka di DPRD, dalam aksinya kemarin warga kembali menuntut agar dana kompensasi sebesar Rp 50.000 per keluarga per bulan kembali dibagikan dalam bentuk uang. Dua tahun terakhir, dana kompensasi tersebut berupa proyek fisik. Kami akan bertahan di sini selama tuntutan masyarakat tidak dipenuhi. Wali Kota harus mencabut surat keputusannya yang mengatur agar dana kompensasi disalurkan menjadi proyek fisik melalui LPM (lembaga pemberdayaan masyarakat), ujar Rondi Husni Abdulah, warga Kelurahan Sumur Batu, yang menjadi koordinator aksi. Aksi penutupan kemarin merupakan aksi yang kesekiankalinya yang dilakukan warga tiga kelurahan di sekitar lokasi TPA Bantar Gebang. Persoalan yang melatarinya pun sama, yaitu soal penyaluran dana kompensasi sebagai akibat dibukanya lahan TPA Bantar Gebang. Seperti diberitakan, untuk setiap pembuangan sampah ke TPA (6.000 ton per hari), Pemprov DKI Jakarta membayar uang tipping fee Rp 52.500 kepada Pemkot Bekasi. Awalnya, 20 persen dari uang itu dibagikan kepada warga secara tunai sebagai dana kompensasi atas ketidaknyamanan mereka tinggal di dekat TPA. Namun, sejak 2004, Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih membuat keputusan agar dana kompensasi dikucurkan lewat LPM dalam bentuk proyek. Sampah pasar Di Jakarta, kalangan DPRD DKI meminta agar penanganan sampah pasar tradisional di Jakarta dikembalikan lagi ke Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya. Padahal, kerja sama penanganan sampah pasar itu dengan Dinas Kebersihan DKI baru efektif berjalan empat bulan terakhir. Selain buruknya kinerja pengangkut sampah, penanganan sampah pasar oleh Dinas Kebersihan ternyata melibatkan pihak swasta. Karena itu, lebih baik dikelola PD Pasar Jaya sendiri dengan melibatkan swasta juga, kata Ketua Komisi D DPRD DKI Sayogo Hendro Subroto dalam rapat kerja dengan Kepala Dinas Kebersihan DKI Rama Budi. Terkait dengan itu, Komisi D akan menghapus anggaran senilai Rp 13 miliar untuk alokasi pengangkutan sampah pasar. DPRD juga mempersoalkan perhitungan bobot sampah yang dibuang ke TPA Bantar Gebang yang tidak jelas. (cok/pin) Post Date : 01 Desember 2005 |