|
BEKASI, (PR).Fraksi PDIP DPRD Kota Bekasi, segera merekomendasikan kepada pimpinan DPRD setempat agar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang ditutup untuk sementara. Penutupan itu diperlukan untuk mengkaji ulang mengapa peristiwa yang merenggut nyawa tiga pemulung bisa terjadi. Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Bekasi, Tumai mengatakan dalam kasus itu pemulung tidak bisa disalahkan. Biar ada korban maupun tidak ada korban, yang jelas tumpukan sampah itu longsor. Nah, kenapa ini bisa terjadi. Berarti ada kesalahan dalam pengelolaannya, tegas Tumai yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (11/9) siang. Menurut Tumai, terjadinya longsor disebabkan lahan pembuangan sampah sudah tidak ada lagi. Akan tetapi, PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB), pengelola TPA Bantar Gebang, tetap memaksakan pembuangan sampah di zona III-A. Padahal, zona tersebut sebenarnya sudah tidak layak digunakan lagi. Selain itu, konstruksi untuk zona seluas enam hektare itu sama sekali tidak dilakukan. Lihat saja, fasilitas konstruksi sampah sudah sangat tidak layak. Sekira 80 persen rusak berat, otomatis air lindi meresap ke tanah dan sumur warga. Lalu tentang ketebalan tanah sebagai pelapis sampah, juga tidak sesuai seperti yang ditentukan dalam perjanjian. Ketinggian tumpukan sampah melebihi ambang batas yang ditetapkan yakni 12 meter, ucap Tumai. Selama ini, Komisi B sudah sering mengeluarkan rekomendasi perihal bobroknya pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang. Ada beberapa rekomendasi yang mesti diperhatikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Antara lain bahwa lahan 108 hektare sudah tidak bisa lagi menampung sampah baru dan fasilitas konstruksi sampah yang buruk. Namun rekomendasi yang dilayangkan lewat Pemerintah Kota Bekasi itu tidak pernah dijalankan oleh Pemprov DKI. Di mata para wakil rakyat Kota Bekasi, Pemprov DKI dinilai tidak punya niat baik dan keseriusan dalam mengelola TPA Bantar Gebang. Yang penting sampah Jakarta bisa dibuang di Bekasi, itu saja, ujar Tumai. Jadi, pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus longsornya sampah di TPA Bantar Gebang adalah Pemprov DKI. Karena telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja PT PBB. Maka saya tidak setuju jika kasus ini diputarbalikkan. Bukan karena pemulung sehingga sampah itu jadi longsor, tegasnya. Menurut Tumai, longsornya sampah di TPA Bantar Gebang karena kecerobohan dan kelalaian kerja. Tidak bisa dibenarkan jika Gubernur DKI Jakarta menyebut bahwa kejadian itu cuma musibah. Tumai mengharapkan, polisi menyelidiki kasus longsor di TPA Bantar Gebang dari sisi prosedur pengelolaannya. Senada dengan Tumai, anggota Komisi A DPRD Kota Bekasi, Patriono mengatakan, Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi dinilai bertanggung jawab. Rencananya, DPRD Kota Bekasi akan memanggil Wali Kota Bekasi Achmad Zurfaih. Mengenai hal itu akan dibahas dalam panitia musyawarah, Selasa (12/9) siang, yang isinya permintaan klarifikasi mengenai keputusan pemerintah untuk tetap menggandeng PT PBB sebagai perusahaan pengelola sampah. Padahal, masa kontrak dengan perusahaan itu sudah habis sejak juli lalu. Artinya, ada kelalaian dari pemerintah, ujar Patriono. Dia juga mengatakan dewan sudah berkali-kali memanggil PT PBB, terkait masalah pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang yang menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang buruk. Terima santunan Sementara itu, penghentian upaya pencarian korban yang tertimbun longsoran sampah di TPA Bantar Gebang dikeluhkan para pemulung. Mereka meminta proses evakuasi terus dilakukan, karena mereka yakin masih ada beberapa korban yang terkubur hidup-hidup. Permintaan itu, disampaikan Fatah (35) dan Basuki (36). Keduanya adalah pemulung yang selamat dalam peristiwa tersebut. Mereka meyakini di bawah tumpukan sampah yang longsor masih ada korban lainnya. Ditemui wartawan di TPA Bantar Gebang, Fatah menceritakan bahwa ketika musibah terjadi, dia sedang bersama 11 pemulung lainnya. Sedangkan Basuki saat itu bersama delapan pemulung lainnya. Menurut kedua pemulung tersebut, sebaiknya pencarian tidak hanya dilakukan di lokasi saluran lumpur sampah, tapi juga di bagian tengah bukit sampah. Fatah menegaskan, korban tewas yang ditemukan di saluran lumpur sampah itu kebanyakan yang sedang berada di warung. Tapi pemulung yang saat itu berada di bukit, sangat mungkin tertimbun sampah di tempat itu juga. Berkaitan dengan bantuan, setelah menunggu beberapa hari, akhirnya apa yang dijanjikan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk membantu para korban terealisasi. Selain bantuan dari DKI Jakarta, Pemkab Karawang juga memberikan bantuan kepada dua korban tersebut. Santunan diserahkan Kabag Kesra Karawang, Minggu (10/9), dengan jumlah masing-masing Rp 2 Juta. Kedua korban longsor sampah yang menerima santunan, adalah Masijah (25), warga Desa Solokan, Kampung Solokan RT 02/01, Kecamatan Pakis Jaya, Karawang dan Miswan (17), warga Desa Tanah Baru, Kampung Melayu RT 12/03, Pakis Jaya, Karawang. Dalam kesempatan lain, Kepala Polres Metro Bekasi Kombes Pol. Chairul Anwar mengungkapkan, pihaknya akan mengajukan permohonan pada Kementerian Lingkungan Hidup untuk menunjuk saksi ahli, terkait kasus longsornya ribuan ton sampah di Zona III A TPA Bantar Gebang. Keterangan dari saksi ahli tersebut diperlukan, berkaitan dengan prosedur standar pengelolaan sampah di TPA. Selain dari pihak KLH, kata Chairul, polisi juga akan minta keterangan dari pejabat sejumlah instansi terkait, baik di Pemkot Bekasi maupun Pemprov DKI Jakarta. Hingga Senin (11/9), 9 saksi telah diperiksa polisi. Menurut Kapolrestro Bekasi Kombes Pol. Chairul Anwar, polisi akan menghadirkan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk membantu menyelidiki kasus longsornya sampah di Bantar Gebang. Sejauh ini, Chairul mengakui, polisi belum dapat menyimpulkan apakah peristiwa longsornya timbunan sampah di zona IIIA TPA Bantar Gebang yang menewaskan tiga orang pemulung, Jumat dini hari lalu itu adalah musibah, kecelakaan, atau bahkan ada unsur kelalaian. (A-153) Post Date : 13 September 2006 |