|
BEKASI (Media): Ketua DPRD Kota Bekasi Ismail Ibrahim mendesak pemerintah kota (pemkot) setempat menutup kembali lahan tempat pemusnahan akhir (TPA) sampah Bantar Gebang seluas 108 hektare menyusul dugaan pelanggaran operasional Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Ismail tidak menyebutkan dugaan pelanggaran operasional dimaksud. Yang pasti, desakan penutupan itu tertuang dalam suratnya kepada eksekutif bernomor 170/269/Setwan/2004 tertanggal 9 Maret 2004 yang ditandatangani Ketua DPRD Kota Bekasi Ismail Ibrahim. Surat ini menindaklanjuti surat Pansus 49 DPRD Kota Bekasi tentang TPA No 02/Pansus/2004 tertanggal 4 Febuari 2004 yang ditandatangani Ketua Pansus Wahyu Prihantono. Dalam surat itu, Ismail Ibrahim mendesak Pemkot Bekasi segera menutup kembali lahan TPA Bantar Gebang untuk pembuangan sampah karena diduga banyak pelanggaran operasional oleh Pemprov DKI Jakarta. "Kembalikan permasalahan itu kepada nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada 1999 itu berakhir pada 31 Desember 2003," ujarnya sebagaimana dikutip Antara, kemarin. Ketua DPRD Kota Bekasi juga mendesak pemkot setempat menurunkan tim pemantau tentang kewajiban yang harus dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta di kawasan TPA. Kewajibannya, antara lain menetralisir lahan TPA dari racun sampah, memperbaiki lingkungan dan pipanisasi air bersih dari sumur artetis ke rumah warga Desa Ciketing Udik, Cikiwul serta Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Belum lama ini, pemanfaatan lahan TPA Bantar Gebang dibuka kembali dengan perjanjian baru yang juga ditandatangani Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Tetapi, beberapa waktu lalu, Ketua Pansus 49 TPA Bantar Gebang Wahyu Prihantono mengatakan, belasan ribu warga di ketiga desa itu terjangkiti penyakit batuk, pilek, diare, dan gatal-gatal. Kendati Pemprov DKI Jakarta membangun puskesmas di Kecamatan Bantar Gebang untuk pelayanan kesehatan warga di ketiga desa itu, tetapi dinilainya belum sesuai harapan. "Rekomendasi Pansus 49 tentang TPA kepada Ketua DPRD Kota Bekasi supaya segera mengambil sikap soal kawasan itu sudah tepat," kata Wahyu. Kasus Cilincing Sementara itu, delegasi petani tambak ikan di sekitar tempat pembuangan sampah (TPS) Cilincing, Jakarta Utara, kemarin, mengadu ke Komisi D DPRD DKI. Mereka menuding Pemprov DKI membuat data fiktif petani tambak ikan sebagai bukti pembayaran ganti rugi. Edi Junaedi, juru bicara petani tersebut, kepada Ketua Komisi D, A Koeswadi S, yang menerima mereka menjelaskan, kecurangan yang dilakukan pihak Pemprov DKI atas data petambak ikan, dan besar nilai uang tidak sesuai dengan dana yang dicairkan dari APBD DKI. Menurut Edi, semestinya yang mendapat ganti rugi hanya 26 petambak ikan di sekitar TPA Cilincing. Namun, ganti rugi Rp217 juta diberikan tidak hanya untuk mereka, tapi juga 64 petambak di Marunda. "Padahal tambak ikan di Marunda tidak ikut tercemar, karena lokasinya cukup jauh dari TPS Cilincing," ujar Edi. Asisten Sekda bidang Administrasi Pembangunan (Asbang) DKI IGK Suwena mengaku, sepengetahuannya uang ganti rugi hanya untuk 26 petani tambak di sekitar TPS Cilincing yang nilainya Rp270 juta. (Ssr/J-3) Post Date : 10 Maret 2004 |