|
UPAYA menyadarkan warga agar jangan membuang sampah sembarangan, akan sulit direalisasikan jika tempat pembuangan sampah tidak memadai. Hal ini diakui oleh sejumlah warga Kota Jakarta Timur. Kebiasaan warga yang membuang sampah ke sungai, merupakan sesuatu yang sulit diatasi kalau memang tempat sampah yang sebenarnya, tidak tersedia dekat dengan lokasi permumiman. "Selama ini, warga masih menganggap bahwa sungai sebagai lokasi pembuangan sampah paling dekat dari rumahnya. Hal itu menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di sungai-sungai di wilayah Jakarta Timur," keluh Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta Timur Ir Surya Darma, Senin (13/2). Kampanye kebersihan lingkungan yang dilancarkan Pemkot melalui RT, RW, dan kelurahan seolah tidak diindahkan warga. Kali Sunter dan Kali Cipinang misalnya, dua sungai di Jakarta Timur yang alirannya akan ditampung di Banjir Kanal Timur (BKT) adalah kali yang penuh sampah dan limbah. "Menurut Surya, di sepanjang pinggiran kali tersebut terdapat beberapa unit usaha-usaha kecil home industry yang limbah dan sampahnya mengalir ke Kali Cipinang dan Kali Sunter," katanya. Home industry tersebut, belum mampu untuk mengolah limbahnya, sehingga limbah mengalir ke sungai dan masih limbah murni. Menurutnya, pihaknya sudah meminta warga untuk tidak membuang sampah ke sungai. Bahkan, Pemkot mengancam akan merelokasi warga atau usaha yang berada di pinggiran sungai jika masih terus membuang sampah ke sungai. "Itu dilakukan sebagai salah satu cara mendidik kepedulian warga," ujarnya.Sementara itu, Gatot, seorang warga Cipinang Indah mengaku kesulitan untuk membuang sampah sesuai anjuran pemerintah. Pasalnya, fasilitas pembuangan sampah yang disediakan pemerintah sangat minim. Menurut Gatot, selama ini ia bersama warga lainnya membayar iuran sampah kepada pengurus Rukun Tetangga (RT) di wilayahnya. Iuran sampah biasanya disatukan dengan iuran keamanan yang jumlahnya bervariasi, bergantung pada kesepakatan warga setempat, biasanya antara Rp 5.000- Rp 20.000 setiap bulan. Namun, warga tidak mengetahui apakah iuran sampah lewat RT yang dibayarnya itu mencakup pengangkutan sampah dari Lokasi Pembuangan Sampah Sementara (LPS) ke Lokasi Pembuangan Sampah Akhir (LPA). "Saya sih tahunya beres. Setiap bulan membayar iuran RT," kata Ny Dwi di daerah Pulogebang, Jakarta Timur. Kesulitan untuk membuang sampah juga dikeluhkan sejumlah warga yang dijumpai di beberapa pusat keramaian seperti mall dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya. Seharusnya, Pemkot Jaktim tidak hanya kampanye agar warga membuang sampah ditempatnya semata. Namun, juga menyediakan fasilitas-fasilitas pembuangan sampah yang mudah ditemui warga, ujar Hendra yang ditemui di kawasan pasar Jatinegara. "Dengan begitu, warga yang sudah memiliki kesadaran akan terdorong untuk berperilaku disiplin membuang sampah dengan benar," ujarnya. Seperti pantauan Pembaruan, cukup sulit memang mencari fasilitas pembuangan sampah yang mudah dijumpai warga baik di terminal, pusat perbelanjaan, halte, dan pusat kegiatan warga lainnya. (L-11) Post Date : 14 Februari 2006 |