|
BANDUNG, (PR).- Tim studi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dari Institut Teknologi Bandung (ITB) siap berdebat ilmiah dengan pakar yang kontra PLTSa. Pakar yang kontra terhadap pembangunan PLTSa diharapkan hadir pada sidang komisi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), akhir Desember. Humas Tim Studi Kelayakan PLTSa dari ITB, Drs. Sugiharto mengatakan hal itu dalam konferensi pers di Ruang Tengah Balai Kota Bandung, Selasa (4/12). "Kalau mau debat lagi di tempat lain, boleh juga. Mau talkshow nasional, kami siap, tim ITB siap. Mau diundang pakar dari luar negeri oleh kelompok yang tidak setuju, no problem," ujarnya. Hadir dalam jumpa pers, Direktur PT Bandung Raya Indah Lestari, Yoseph Sunaryo; Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi, Bulgan Alamin; Tim Amdal dari Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) ITB, M. Taufik, dll. Sugiharto menegaskan, emisi dioksin yang dihasilkan dari pembakaran sampah di PLTSa dipastikan hanya 0,1 sampai 1 nanogram per meterkubik. Potensi bahan sampah penghasil dioksin sebesar 2%. Salah satu upaya mengurangi dioksin adalah melalui pembakaran sempurna dengan temperatur 900-1.200 derajat Celsius. Standar baku mutu emisi mengacu pada standar dari pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang lebih ketat. Menekan CO2 Ketua Tim Studi Kelayakan PLTSa dari ITB, Ari Darmawan Pasek mengatakan, pengoperasian PLTSa bisa lebih ketat menekan produksi CO2 dibanding mengoperasikan sistem sanitary landfill atau open dumping. "Berdasarkan perhitungan Eco Security, sebanyak 150.000 ton CO2/tahun bisa di-recover dengan beroperasinya PLTSa. Hasil perhitungan kami malah bisa mendekati 200-250 ribu ton karena karakteristik sampah di Indonesia yang berbeda," ujarnya. Kepala BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Kota Bandung, Nana Supriatna menegaskan, pengukuran dan pematokan lahan diperlukan untuk bahan kelengkapan amdal sebagai lampirannya. Pematokan lahan dilakukan untuk jalan ke PLTSa. "Pematokan itu diperlukan sebagai sebuah sertifikat atau kesepakatan antara pembeli dan penjual dan itu menjadikan lampiran dari RKL (rencana kelola lingkungan) dan RPL (rencana penyajian lingkungan)," katanya. (A-156) Post Date : 05 Desember 2007 |