Tiga Waduk Mengering

Sumber:Kompas - 17 Oktober 2006
Kategori:Drainase
Bojonegoro, Kompas - Akibat musim kemarau yang belum berakhir hingga Oktober ini, tiga waduk kini kering. Ketiga waduk tersebut selama ini menjadi sumber pengairan sawah di beberapa kecamatan di Kabupaten Madiun, Nganjuk, dan Kabupaten Bojonegoro.

Ketiga waduk tersebut sudah mulai mengering sejak bulan Mei lalu. Dari pantauan Kompas mulai Minggu (15/10), Waduk Dawuhan di Kabupaten Madiun dan Waduk Pacal di Kabupaten Bojonegoro sudah kering. Ribuan hektar (ha) waduk kini beralih rupa menjadi hamparan tanah retak. Di Waduk Dawuhan tampak air di beberapa tempat seperti kubangan.

Di Waduk Pacal, air hanya tampak pada bagian yang paling rendah, membentuk seperti kolam di dasar menara pengukur. Area terluar waduk bahkan ditanami jagung oleh penduduk.

Kondisi Waduk Pondok di Kabupaten Nganjuk lebih baik. Meskipun sudah tidak mampu mengairi sawah di Kecamatan Karangjati, Pangkur, dan Padas, volume air di waduk itu masih lima juta meter kubik dari volume terpasang 25,23 juta meter kubik.

Juru Pengairan Waduk Dawuhan, Maidin, mengatakan, air Waduk Dawuhan menyusut sejak pertengahan Mei. Penyusutan terus terjadi saat musim tanam kemarau karena dipakai mengairi 1.273 ha sawah di sepuluh desa di Kecamatan Wonoasri, Madiun, dan Balerejo. Pada bulan September waduk sudah kering.

Air Waduk Dawuhan seluruhnya berasal dari hujan dan air dari sumber di Gunung Wilis. Menurut Maidin, luas waduk itu sekitar 1.273 ha dengan daya tampung lima juta meter kubik.

Kapasitas menurun

Menurut Pengamat Waduk Pacal, Masjhuri, waduk yang beroperasi sejak 1933 tersebut berkapasitas 23 juta meter kubik. Semula kapasitas waduk 41,5 juta meter kubik, tetapi kemudian menurun akibat peladangan masyarakat di tepi waduk.

Akibatnya, kapasitas Waduk Pacal menyusut, warga di beberapa desa di Kecamatan Bojonegoro, Kapas, Balen, Kanor, Sumberejo, Baureno, dan Kepohbaru tak bisa bertanam padi. Sekitar 17.231 ha sawah menunggu hujan untuk bertanam padi.

Kepala Subdinas Penyusunan Program Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Kusdiriyanto menuturkan, kemarau panjang ini telah menyebabkan musim tanam 2006/2007 mundur.

Pihaknya mengimbau petani segera menyiapkan benih agar bisa langsung tanam saat hujan turun.

Pohon lada kering

Musim kemarau yang panjang juga menyebabkan puluhan ribu batang pohon lada mati. Kondisi itu memberatkan petani karena saat ini harga lada sedang terus naik, sementara hasil tambang timah makin tak menentu.

Menurut Ketua Asosiasi Masyarakat Lada Putih Indonesia Zulhafian, kekeringan yang meluas di Bangka Belitung, hal itu terjadi hampir di semua kabupaten Bangka Belitung.

Sementara itu, sumur-sumur yang dulu tak pernah kering kini juga kering. Menurut Seman, petani lada di Koba, Bangka Tengah, keringnya satu hektar tanaman lada menyebabkan kerugian Rp 30 juta. Sementara itu harga lada terus naik, dari Rp 19.000 per kilogram menjadi Rp 32.500.

Menurut Seman, dia tak dapat menanam lada lagi karena modalnya habis, sebab tambang inkonvensionalnya juga gagal.

Zulhafian mengatakan, matinya tanaman lada juga akibat pola tanam yang salah. Para petani tidak menyiram lada saat musim hujan sehingga tidak bisa bertahan saat musim kering.

Akibat kekeringan, satu hektar tanaman lada menghasilkan 0,7 ton-0,8 ton dari 0,9 ton saat musim normal. (LIA/ECA)



Post Date : 17 Oktober 2006