|
BANDUNG, (PR). Penyakit tifus, diare dan kulit mengancam warga Kota Bandung akibat menggunungnya sampah di hampir semua sudut kota. Tiga penyakit tersebut semakin menambah panjang daftar ancaman penyakit yang diperkirakan bakal memuncak di bulan Januari, seperti demam berdarah dengue (DBD) dan influenza. Menurut prediksi Kasubdin Bina Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, Fatimah Resmiyati, ancaman tiga penyakit tersebut bisa bersumber dari air yang tercemar air sampah atau dari lalat yang populasinya kini meningkat tajam. Apabila gunungan sampah itu tidak juga terangkut, bisa terjadi kejadian luar biasa (KLB) karena kasus tiga penyakit itu meningkat tajam, kata Fatimah, Selasa (3/1). Serangan tiga penyakit yang identik dengan buruknya kualitas dan kebersihan lingkungan tersebut, memang tergantung kondisi dan ketahanan tubuh. Namun, kata Fatimah, cuaca dingin dan hujan biasanya memengaruhi daya tahan tubuh. Penyakit yang pertama kali menyerang dalam cuaca dingin dan hujan biasanya influenza dulu. Kalau sudah influenza, daya tahan tubuh kan turun, saat itulah berbagai penyakit bisa menyerang, katanya. Ancaman tiga penyakit itu dibenarkan Kepala Dinkes Kota Bandung Gunadi Sukma Bhinekas. Kami bekerjasama dengan PD Kebersihan, berupaya mengantisipasinya dengan melakukan upaya-upaya seperlunya yakni fogging (pengasapan) di beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) untuk mencegah populasi lalat penyebar kuman tipus atau diare, dan mengurangi bau busuk, katanya. Gunungan sampah di hampir 250 tempat pembuangan sementara (TPS) terjadi sejak TPA Jelekong habis masa berlakunya Desember 2005. Akibatnya, volume sampah di Kota Bandung yang mencapai 7.500 m3/hari tumpuk gunung tidak terangkut. Dalam kondisi normal, sampah yang terangkut sebanyak 4.500 m3. Menurut Wali Kota Bandung Dada Rosada, TPA Pasirimpun dan Cicabe baru siap untuk menampung sampah Kota Bandung lima hari lagi terhitung Selasa (3/1). Namun, kedua TPA itu pun hanya tempat pembuangan sementara. Karena Pemkot Bandung hanya diberi izin selama sebulan untuk membuang sampahnya di TPA tersebut. Alat terbatas Dikatakan Gunadi, upaya pengasapan dengan insektisida pembunuh lalat memang baru akan dilakukan di beberapa TPS. Dinkes tidak bisa melakukan pengasapan ke semua TPS karena keterbatasan alat, bahan kimia, dan personel. Pengasapan terhadap TPS terpaksa dilakukan bertahap, karena Dinkes juga harus melakukan upaya pengasapan untuk menanggulangi serangan penyakit DBD. Dengan jumlah alat hanya 16 unit, Dinkes harus mengatur jadwal pengasapan untuk membunuh nyamuk dan lalat. Untuk satu fokus dalam menanggulangi DBD saja, setidaknya dibutuhkan dua sampai tiga alat sekaligus. Sehingga kami harus mengatur jadwal penggunaan alat foggingnya, katanya. Diare naik tajam Sementara itu, data pasien yang terserang diare di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) bulan Desember 2005 mengalami kenaikan tajam. Kenaikan terutama terjadi pada seminggu terakhir bulan Desember. Menurut Kasi Asuhan Keperawatan RSHS, Manaf, pada November jumlah pasien diare tercatat 36 orang, memasuki Desember naik menjadi 60 orang. Kenaikan cukup signifikan terutama terjadi pada sepekan terakhir Desember. Untuk dua hari pertama Januari ini, jumlah pasien diare yang masuk tercatat lima orang. Untuk pasien yang masuk Selasa datanya belum masuk, kata Manaf. (A-92) Post Date : 04 Januari 2006 |