|
Persoalan sampah di sungai dan selokan seakan sulit berlalu di Palembang. Sungai yang menjadi salah satu urat nadi kehidupan warga Palembang, bahkan hampir selalu dikotori sampah dan limbah. Padahal sebagian warga Palembang hingga kini mengandalkan sungai untuk mandi, mencuci, dan memasak. Hampir setiap hari, sampah-sampah plastik hingga sayur-mayur, terbawa arus dan sebagian lainnya mengapung di sungai. Sampah menyumbat dan menimbulkan pendangkalan yang parah. Belum lagi, bau yang ditimbulkan mengganggu warga yang tinggal di bantaran sungai. Buruknya drainase sungai itu pula yang memicu banjir setiap tahun di Palembang. Persoalan sampah tak lepas dari pola hidup masyarakat yang kerap membuang sampah ke sungai. Sementara sarana pembuangan sampah, khususnya di bantaran sungai, masih minim. Sejumlah warga yang tinggal di pinggiran sungai mengaku sulit mendapatkan gerobak, kotak, atau sarana pembuangan sampah milik umum. Selama bertahun-tahun, fasilitas itu nyaris tidak diberikan. Padahal setiap bulan warga tidak henti dipungut retribusi sampah. "Sudah bertahun-tahun, tidak ada tempat pembuangan sampah umum di sini. Kami sudah mengajukan penyediaan gerobak untuk tempat sampah, tetapi disuruh membayar ratusan ribu. Padahal fasilitas umum itu kan seharusnya disediakan pemerintah," keluh Sarwo Edi, Ketua RT 28, Kelurahan 9-10 Ulu, yang wilayahnya berada di bantaran Sungai Aur, Selasa (7/11). Sebagian warga di pinggiran Sungai Aur telah mencoba membuang sampah rumah tangga di tempat pembuangan sampah (TPS) di pasar terdekat, yaitu Pasar 10 Ulu, yang berjarak puluhan meter dari rumah-rumah warga. Namun hal itu dilarang oleh petugas kebersihan. "Kami malah dimarahi petugas kebersihan, karena TPS di pasar itu katanya hanya ditujukan untuk sampah pasar. Percuma kami membayar uang iuran kebersihan, kalau sampah tidak diangkut," kata Sarwo Edi. Warga yang malas membuang sampah ke TPS, akhirnya terbiasa untuk membuang ke sungai. Kebiasaan itu terus berlanjut. Sungai dimanfaatkan tidak hanya untuk mandi, mencuci, dan minum, melainkan membuang sampah pula. Beberapa warga yang mandi di sungai mengaku kerap gatal-gatal setelah mandi. Air sungai itu kerap berbau amis dan busuk. "Mau bagaimana lagi. Sampah sepertinya tidak akan habis. Biarpun kadang gatal, ya sudah, ditahan saja," tutur Nana (22), warga RT 32 RW 11, Kelurahan 9-10 Ulu. Kini, memasuki musim hujan, onggokan sampah mengaliri sungai dan sebagian mengapung. Di tengah kepungan sampah, anak-anak dan orang dewasa mencebur dan menyelam ke sungai untuk mandi setiap pagi dan sore hari. Sebagian warga mencoba membersihkan, namun sampah lain yang terseret arus kembali mengotori sungai. Penanganan yang tidak menyeluruh menyebabkan persoalan sampah menjadi berlarut-larut. (bm lukita grahadyarini) Post Date : 08 November 2006 |