|
CIREBON, (PR).- Banjir besar diperkirakan bakal terjadi di wilayah-wilayah kabupaten sepanjang jalur Pantura (Pantai Utara), mulai Kab. Indramayu, Kab. Cirebon hingga perbatasan dengan Jateng (Brebes). Ancaman bencana tersebut dimungkinkan oleh tibanya siklus 25 tahunan banjir besar yang menimpa wilayah Pantura. "Ancaman banjir ini tidak main-main. Jika sampai terjadi, dampaknya akan luar biasa. Sektor ekonomi di Pulau Jawa akan lumpuh, karena Jalur Pantura yang merupakan jalur utama lalu-lintas perekonomian nasional, tergenang. Jalur lalu lintas juga akan dialihkan ke jalur tengah dan selatan, tutur Pemimpin Projek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Cimanuk dan Cisanggarung (PIPWSCC), Ir. Graita Sutadi, M. Sc., kepada "PR" di Indramayu, Selasa (25/1). Graita mengungkapkan gambaran buruk ancaman banjir itu berdasar hasil perkiraan PIPWSCC, lembaga yang dipimpinnya. Probabilitas atau peluang kawasan Pantura memasuki siklus (kala ulang) 25 tahunan banjir besar itu mencapai 80 persen. Menurut Graita, banjir besar yang merupakan siklus 25 tahunan itu disebabkan oleh konsentrasi air yang menumpuk di daerah-daerah Pantura. Selama ini, daerah Pantura merupakan tempat pembuangan air dari sejumlah sungai besar, menengah, maupun kecil yang berada di Jabar. "Banjir besar itu terjadi karena tiga penyebab terjadi seketika. Di satu sisi, curah hujan tengah memasuki tahap puncak, bahkan terlihat dalam beberapa pekan terakhir ini melebihi ambang maksimal," ujarnya. Selain musim hujan yang mencapai puncak, pada saat bersamaan adanya air kiriman dari daerah hulu melalui ratusan sungai yang bermuara di Pantura. Keduanya masih ditambah dengan penyebab lain, yakni air pasang yang bisa menimbulkan gelombang pasang di perairan Laut Jawa. "Hujan, air kiriman, dan gelombang pasang itu dibarengi dengan hujan badai besar seperti ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) baru-baru ini. Daerah Pantura yang kebetulan datarannya rendah, akan tergenang banjir besar yang merupakan siklus kala ulang 25 tahunan," kata Graita. Gambaran buruk tadi, lanjut Graita, diperparah dengan kondisi sungai pembuang dan saluran-saluran irigasi yang ada di sepanjang Pantura. Pengendapan (sedimentasi) berada dalam tingkatan yang sangat parah, sehingga konsentrasi air akan dengan mudah meluap ke areal persawahan, pertambakan, bahkan sampai ke permukiman penduduk. Mulai terlihat Tanda-tanda kemunculan banjir besar sebagai bagian dari siklus 25 tahunan itu sudah mulai tampak. Sejumlah daerah bahkan sudah masuk dalam pengawasan intensif, di antaranya di sepanjang Sungai Cipanas (Losarang, Indramayu), Sungai Tanjung Kulon (Kec. Babakan, Kab. Cirebon), dan Sungai Pabuyutan (Kab. Brebes, Jateng). "Debit air dan curah hujan tidak dapat diprediksi. Kita hanya gunakan probabilitas (kemungkinan). Tanda-tanda memang tidak menggembirakan. Itu pula kami meminta kewaspadaan warga agar mengantisipasi segala kemungkinan buruk," ujar dia. Graita menambahkan, semua pihak harus tanggap, terutama pemerintah daerah, bupati dan wali kota. Pemkab dan warga di Indramayu, Cirebon juga diminta melakukan langkah konkret, misalnya dengan pengerukan sungai dan muara yang mengalami pendangkalan. Selain itu, kebiasaan warga membendung anak-anak sungai seperti banyak terlihat di daerah pertambakan juga harus dihapus. Bendungan buatan warga yang menghalangi laju air, harus mulai dibongkar dan dikeruk. Lebih jauh, Graita meminta agar pembangunan Bendungan Projek Jatigede di Sumedang dipercepat. Setidaknya, projek ini akan mengurangi kemungkinan bencana banjir di kawasan Pantura. "Jika proyek ini (bendungan Jatigede - red.) jadi, bisa menjadi penampungan air saat musim hujan. Dan saat kemarau bisa menjadi cadangan air. Waduk ini sangat strategis. Bahkan diyakini secara teknis sebagai solusi menyeluruh problem perairan di Pantura," ujarnya. Sawah tergenang Sementara itu, sejumlah areal persawahan di Kab. Karawang kini sudah terendam banjir, menyusul meningkatnya curah hujan dalam beberapa hari terakhir. Meski demikian, pihak Dinas Pertanian setempat yakin, genangan air tidak akan mengakibatkan tanaman padi puso atau gagal panen. "Meski sekarang curah hujan mulai meningkat dan beberapa areal sawah sudah ada yang tergenang air, diperkirakan tidak akan sampai terjadi puso. Bila pun nanti ada yang puso, luasnya jauh lebih rendah. Paling tinggi, sebesar 25% dari total puso tahun lalu," jelas Kasubdin Bina Produksi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karawang Ir. Didi Sarbini, kepada "PR", Selasa (25/1). Didi mengakui, curah hujan pada musim tanam (MT) tahun ini tidak akan seekstrem tahun yang lalu. Apalagi bila melihat siklus iklim, cuaca ekstrem biasanya terjadi setiap empat tahun sekali. "Saat ini saja, beberapa areal sawah yang sempat tergenang air sudah mulai surut lagi," katanya. Bahkan, sambung Didi, beberapa sentra produksi padi seperti di Kec. Telagasari dan Wadas saat ini tengah bersiap memasuki musim panen yang akan berlangsung sekira pekan ketiga Februari 2005. "Sampai sekarang, sebagian besar areal sawah masih tergolong aman dari banjir," tambahnya. Kendati demikian, Didi mengakui, kekhawatiran terjadinya ancaman banjir tetap ada, karena hal itu merupakan gejala alam yang tidak dapat dihindari. Terlebih, beberapa sentra produksi tertentu di Kab. Karawang masih tergolong rawan terkena banjir, terutama areal sawah yang berada di 12 kecamatan. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Karawang, luas areal sawah yang terendam air pada MT 2003/2004 lalu mencapai 25.000 ha. Dari luas itu, sekira 17.000 ha sawah mengalami puso. Namun, untuk musim tanam 2004/2005 ini, luas areal sawah yang terancam banjir diperkirakan mencapai 17.895 hektare tersebar di 12 kecamatan. Kedua belas kecamatan yang rawan terkena banjir itu, meliputi Kec. Cilamaya Kulon seluas 1.700 ha, Cilamaya Wetan 2.300 ha, Tempuran 3.755 ha, Pedes 3.000 ha, Cibuaya 1.200 ha, Tirtajaya 1.740 ha, Batujaya 1.500 ha, Pakisjaya 1.200 ha, Telagasari 400 ha, Lemahabang 350 ha, Rawamerta 350 ha, dan Telukjambe 400 ha. Sementara itu, dari pantauan "PR", beberapa areal sawah sudah mulai tergenang air terutama di daerah golongan air irigasi III sampai V selama hampir sepekan terakhir ini. Debit air jaringan irigasi sudah tampak mulai bertambah. Begitu pun permukaan sungai Citarum sudah mulai naik, terutama ketika hujan turun deras.(A-93/A-68) Post Date : 26 Januari 2005 |