|
BANGIL - Entah berapa kali lagi banjir terjadi di wilayah Kabupaten Pasuruan. Untuk tahun ini saja, banjir yang terjadi di wilayah Bangil dan Beji tercatat sudah yang ke-19 kalinya. Dan banjir ke-19 di wilayah Bangil-Beji itu terjadi kemarin. Akibat hujan yang terjadi selama 8 jam, air bah tumpah melalui Sungai Kedung Larangan, Bangil. Dan hingga siang kemarin, banjir masih menggenangi ribuan rumah warga. Selain hujan yang turun berjam-jam di kawasan itu, luapan sungai Kedung Larangan makin menggila ketika air kiriman dari dataran tinggi seperti Pandaan, Prigen dan Sukorejo membahana. Air kiriman ini menambah jumlah debit air bah hingga masuk ke pemukiman warga. Pemukiman warga yang tergenang di Bangil diantaranya, Kalianyar, Kalirejo, dan Manarwui. Sementara, di Beji beberapa desa yang juga ikut tergenang diantara desa Kedungboto, Kedungringin dan Tambakan. Beberapa desa inilah yang memang menjadi langganan banjir selama bertahun-tahun dan belum ada solusinya. Kendati, air bah bertamu di rumah-rumah pendukuk, namun aktivitas kerja tetap berjalan. Termasuk juga para siswa SD dan MI baik yang ada di Kalianyar, Kalirejo maupun Kedungboto. Di SDN 01 Kedungboto dan MI di Kalirejo, akibat air masuk ke ruangan kelas mereka, ratusan siswa mulai dari kelas I hingga VI terpaksa belajar di atas kecibak air. Pondasi sekolahannya memang relatif rendah. Ketinggiannya sama jika diukur dengan jalan raya. Akibatnya, ketika jalan raya tergenang air, maka otomatis air bah itu juga masuk ke sekolahan mereka. "Kalau mengajar seperti ini ya tidak enak juga. Kami sendiri sudah berkali-kali mengajukan dana ke Pemkab agar segera diperhatikan. Katanya kami sudah dialokasikan dana. Tapi, sampai banjir berkali-kali masuk ke sekolahan kita, masih saja belum ada perhatian serius," ujar Kepsek SDN 01 Kedungboto, Siti Rosjidah kemarin. Bagi para siswa, saat belajar diatas kecibak air ada yang suka, namun ada yang sedih. Mereka merasa sedih, karena kuman penyakit berupa kutu air menyerang mereka. Selain itu, kadang tanpa sengaja buku tulis dan peralatan sekolah lainnya bisa jatuh di air. "Saya berharap supaya tidak terjadi banjir lagi di sekolah kami," ujar Hilal, siswa kelas IV SDN Kedungboto itu. Sementara itu, hal yang sama juga dialami warga Bangil. Seringnya banjir yang melanda daerahnya menjadikan warga sudah menganggap hal ini sebagai sego jangan. Bahkan, Aufin, salah satu warga yang menjadi langganan banjir sempat mencatat jika banjir yang terjadi hingga saat ini terhitung sebanyak 19 kali. "Saya sudah bertahun-tahun tinggal di Kalirejo ini. Dan baru tahun ini banjir terbanyak sepanjang sejarah. Setiap tahun sebelumnya, banjir biasanya hanya ada lima sampai tujuh kali. Tapi, dalam tahun ini-padahal baru tiga bulan, banjir sudah 19 kali," tukas Aufin, warga Kalirejo kemarin. Aufin sendiri mengaku sebagai adik kandung Prof Dr Fasichul Lisan, kandidat Rektor Unair, Surabaya yang juga pengurus PW Muhammadiyah Jatim. "Saya sering kontak dengan Mas Fasich, terutama soal banjir di Bangil ini. Saya katakan kalau banjir ini terjadi karena perbatasan dua wilayah antara Pasuruan-Sidoarjo. Sehingga, perlu dicarikan solusi dari pihak provinsi untuk menanganinya. Dan sulit dipercaya kalau itu diserahkan daerah saja," tegasnya. Aufin sendiri tidak menutup mata, jika Pemerintah Kabupaten sudah bertindak beberapa tahun lalu. Dengan mendatangkan dragger dan alat pengeruk lain di Sungai Kedung Larangan. Namun, hasil kerukan itu belum sampai ke muara. Sehingga, normalisasi sungai hingga saat ini masih belum tertata, karena komunikasi dua daerah tidak jalan. "Kalau menurut saya, pihak Pemkab harus mendesak pihak Provinsi untuk turun tangan secara langsung. Termasuk persoalan pengelolaan anggaran, sebaiknya Provinsi yang mengatur teknisnya. Jangan serahkan pada daerah. Bukan saya nggak percaya, tapi agar lebih safe dan tepat sasaran, sebaiknya Provinsi yang menangani langsung. Daerah cukup sebagai pengawasannya saja," tegasnya. (day) Post Date : 04 Maret 2006 |