|
Palembang, Kompas - Maraknya aktivitas permukiman maupun industri di sepanjang Daerah Aliran Sungai Musi mengakibatkan daya dukung sungai terpanjang di Sumatera itu semakin menurun. Bahkan, kualitas air sungai tersebut mencapai titik tidak layak dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Kepala Dinas Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Palembang Hilda Zulkifli, Kamis (28/10), mengemukakan, tekanan yang diterima Sungai Musi terus bertambah. "Di bagian hulu terdapat aktivitas penebangan hutan maupun kegiatan industri. Sementara, di bagian hilir selain aktivitas industri, kegiatan perdagangan, domestik, maupun transportasi sungai memiliki andil dalam menurunnya kualitas sungai," papar Hilda. Sungai Musi yang membelah Kota Palembang memiliki banyak fungsi, selain sebagai sumber utama air minum, juga sebagai urat nadi transportasi dan tempat pembuangan limbah. Di sepanjang sungai selebar 300 meter itu berdiri sejumlah industri besar seperti pabrik karet PT Hoktong, pabrik pupuk PT Pusri, dan pengolahan minyak Pertamina. Hilda mengatakan, ditinjau dari baku mutu air, Musi masih beruntung tidak mengalami ancaman logam berat seperti yang dialami sungai-sungai besar lainnya. "Tetapi pencemaran organik di beberapa lokasi memang jauh di atas ambang batas, terutama amoniak dan minyak. Kalau dilihat secara kasat mata, di Sungai Musi itu ada semacam layer (lapisan tipis)," jelas Hilda. Selain ancaman limbah dari industri di sepanjang sungai, ekosistem Musi juga rentan terhadap kecelakaan kapal. Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan, pada Juli 2003 terjadi dua kasus tabrakan kapal yang mengakibatkan tumpahan minyak mentah ke badan perairan Musi. Tumpahan minyak tersebut mengakibatkan kematian ikan secara massal. Tak layak minum Ditemui secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Palembang Zulkarnain Noerdin mengatakan, air Sungai Musi di Palembang sudah tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat secara langsung karena tingkat pencemarannya tinggi. Pencemaran disebabkan oleh berbagai jenis limbah yang masuk ke dalam sungai dan adanya unsur bakteriologis, terutama bakteri coli, yang sudah mencapai di atas ambang batas normal. "Masyarakat yang terpaksa mengonsumsi air Sungai Musi harus mengolah secara sehat terlebih dahulu sehingga kandungan bakteri dan unsur kimiawi terkurangi. Jika dikonsumsi langsung, akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat dan akhirnya menimbulkan berbagai penyakit," kata Zulkarnain Noerdin menjelaskan. Pencemaran Sungai Musi dipengaruhi oleh adanya beberapa pabrik yang menjadikan sungai tersebut sebagai sarana pembuangan limbah, seperti pabrik minyak, pupuk, dan karet. Masalahnya, dari sekitar 1,4 juta penduduk di Kota Palembang, hanya sekitar 40 persen yang mendapat air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum Palembang. Selebihnya atau sekitar 60 persen masih mengandalkan air Sungai Musi untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. "Masalah ini perlu diwaspadai bersama dan segera diantisipasi, antara lain dengan menggiatkan program kali bersih yang melibatkan masyarakat sekitar aliran sungai. Masyarakat diimbau agar tidak lagi membuang hajat, sampah, dan kotoran ke sungai sehingga kualitas airnya tetap terjaga," ujar Zulkarnain menambahkan. (DOT/IAM) Post Date : 29 Oktober 2004 |