HARI Peduli Sampah pada 21 Februari sudah diperingati sejak 2006. Namun, masalah sampah di Jakarta tidak juga berkurang. Volume sampah di DKI Jakarta mencapai 6.200 ton per hari.
Ada upaya mengonversi sam pah menjadi listrik. Dalam dua tahun belakangan, timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, sudah dapat diubah menjadi listrik.
Dari sebagian bukit-bukit sampah, biogas yang dihasilkan dalam proses pembusukan dikumpulkan hingga menghasilkan 2 Mw listrik yang kemudian disalurkan ke jaringan PLN Jawa-Bali.
Memang, itu bisa dilihat sebagai kemajuan. Bahkan untuk Bantar Gebang yang makin kewalahan menampung sampah DKI Jakarta, itu sudah jadi sebuah kebutuhan mendesak. Dengan konversi gas, volume sampah bisa turun.
Namun, tetap saja listrik bukan solusi masalah sampah. Ketua Umum Asosiasi Persampahan Indonesia (Inswa) Sri Bebassari pun mengatakan listrik harus tetap dipahami sebagai produk sampingan saja. Yang utama adalah mengurangi sampah sejak dari sumbernya, yakni diri kita sendiri.
Inilah juga yang tampaknya jadi keinginan di Denmark. Untuk mendekatkan masalah sampah pada masyarakat, mereka dipancing datang ke TPA raksasa yang terletak ibu kota, Kopenhagen.
Namun, jangan dibayangkan warga kota akan diseret pak sa masuk ke TPA yang me nampung sampah setengah juta penduduk itu. Lima tahun lagi mereka justru akan berbondong-bondong datang sambil membawa peralatan bermain ski.
Ya, TPA berusia 40 tahun yang dikelola perusahaan Amagerforbraending itu sedang diremajakan. Bangunan luarnya juga akan diubah menjadi arena bermain ski.
Jadi, bagian dalam TPA yang dimiliki lima kota, yakni Kopenhagen, Tarnby, Dragor, Frederiksberg, dan Hvidovre, itu akan tetap menjadi tempat proses insinerator sampah.
Selama ini, panasnya telah menyuplai listrik untuk 140 ribu rumah. Namun nantinya mulai 2016, bagian luar bangunan berubah bagaikan lereng Gunung Alpen yang diselimuti salju dan lengkap dengan pepohonan cemara.
"Selama ini kota terpisah, di satu sisi Kopenhagen dan di sisi lain Amager. Kami ingin menyatukan itu. Ini akan menjadi identitas baru Kopenhagen," tulis Bjarke Ingels Group (BIG) dalam situsnya, Big.dk.
BIG merupakan perusahaan arsitektur Denmark yang memenangi kompetisi untuk mendesain ulang TPA yang terletak di pesisir itu.
Dengan luas bangunan yang nantinya menjadi 31 ribu meter persegi dan tinggi 100 meter, TPA itu akan menjadi salah satu yang tertinggi di Kopenhagen.
Gedung yang dinding luarnya ditumbuhi tanaman itu juga pastinya akan menguatkan identitas kota yang menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB 2009 sebagai kota yang unggul dalam teknologi hijau.
Cincin asap Nantinya, pengunjung bisa menggunakan lift untuk naik ke puncak gedung yang juga menjadi tempat start main ski. Sambil naik mereka akan melihat timbunan sampah yang ber asal dari rumah-rumah me reka sendiri. Pengunjung juga menyaksikan bagaimana bagaimana proses pembakaran yang harus dilalui agar sampah itu menjadi listrik.
Tentu saja, lift dan segala operasional TPA ini digerakkan dengan listrik dari sampah tersebut.
Bukan hanya orang dewasa, anak-anak dipastikan juga akan senang datang ke TPA itu karena jalur ski sepanjang 1.500 meter persegi itu terbagi dalam berbagai tingkat kesulitan yang sesuai untuk berbagai usia.
Mereka yang tertarik ke TPA juga akan terus-menerus diingatkan soal emisi karbon. Alarm atau tanda peringatan itu berasal di puncak gedung yang berbentuk lingkaran tersebut.
Nantinya dari situ akan keluar cincin asap berdiamater 30 meter. Cincin asap itu akan keluar setiap kali 1 ton CO2 dihasilkan dari pembakaran sampah.
Dari gambar-gambar grafis yang dikeluarkan BIG, terlihat cincin asap ini akan terlihat dari pagi hingga malam hari, terusmenerus selama pembakaran berlangsung. Pada malam hari, cincin asap itu juga akan disorot sinar laser yang sekaligus membuat cincin asap tersebut seperti grafik pie yang memberi informasi soal kuota emisi kota itu.
Memang, belum terbukti apakah cincin asap ini akan menjadi alarm jitu untuk meningkatkan kepedulian penduduk soal sampah. Bisa jadi keasyikan bermain ski mengalahkan isu lingkungan tersebut dan justru wahana itu jadi pencuci dosa untuk produksi sampah yang lebih banyak.
Sebab itu pula, keberadaan tempat pembuangan sekaligus insinerator yang sudah umum di Eropa tersebut masih ditentang keras oleh kelompok lingkungan.
Usaha daur ulang dinilai lebih efektif ketimbang instalasi yang membutuhkan biaya besar dan lahan luas itu.
Di sisi lain, membuat keberadaan TPA menjadi perhatian masyarakat luas memang perlu dilakukan.
Bukankah pepatah juga mengatakan tak kenal maka tak sayang? Tentunya akan sulit mengajak masyarakat peduli jika masalah persampahan, termasuk kondisi TPA, tidak disebarluaskan. BINTANG KRISANT
Post Date : 22 Februari 2011
|