|
BANDUNG -- Pemerintah Jawa Barat akan memfungsikan kembali tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah, Cimahi. Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan menjamin penggunaan kembali TPA Leuwigajah tidak akan menyengsarakan warga yang tinggal di sekitarnya. "Saya berani jamin. Masak pemerintah mau menyengsarakan rakyatnya," kata dia di Bandung, Sabtu lalu. Menurut Danny, sistem pengelolaan sampah di Leuwigajah akan dilakukan secara terpadu dengan berorientasi zero waste, yaitu memanfaatkan sampah semaksimal mungkin. Dengan begitu, tidak akan tumpukan sampah yang menggunung. Karena itu, dia berani menjamin tidak akan ada lagi korban jiwa akibat longsornya tumpukan sampah seperti yang pernah terjadi pada 2005. Sampah yang masuk ke Leuwigajah nantinya diolah dengan menggunakan insinerator. Saat ini pemerintah tengah membangun benteng yang mengelilingi lokasi pembuangan. "Pembentengan ini untuk membatasi lahan yang sudah menjadi milik pemerintah," kata Danny. Setelah pembentengan selesai, tahap berikutnya adalah penghijauan lahan dan pembangunan tempat pengolahan sampah. Luas total TPA Leuwigajah adalah 17 hektare. Nantinya hanya sekitar dua hektare yang digunakan sebagai tempat pengolahan sampah. Sisanya untuk lahan hijau. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat Deny Juanda Puradimaja mengatakan tahun ini pemerintah provinsi mengusulkan anggaran dana tambahan Rp 3,8 miliar untuk pembebasan lahan dan bangunan milik warga di sekitar lahan TPA Leuwigajah. Usul ini tengah dibahas dewan perwakilan rakyat daerah. "Mudah-mudahan tahun depan TPA sudah bisa beroperasi," katanya. Semenjak kasus longsor sampah pada 2005, kegiatan di TPA Leuwigajah otomatis terhenti. Sebagian besar warga tidak tahu rencana pemerintah akan mengoperasikan lagi TPA itu. "Saya belum mendapat pemberitahuan secara formal tentang rencana itu," kata Lurah Leuwigajah Uus Ustaman. Menurut Uus, di lahan TPA memang ada pekerja yang tengah membangun benteng, tanggul, dan saluran air. Namun, menurut keterangan yang dia peroleh, pembangunan itu hanya untuk menata lingkungan TPA agar tidak telantar dan membahayakan masyarakat. "Kami tidak tahu proyek ini merupakan tahapan untuk dijadikan TPA lagi," kata dia. Uus mengakui tidak semua warga setuju TPA difungsikan kembali. Namun sebaliknya, tidak sedikit yang memberikan dukungan. Sebab, sekitar 400 keluarga di Leuwigajah memang hidup sebagai pemulung. "Warga sebetulnya diuntungkan dengan adanya TPA itu. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah melindungi warga dari ancaman bahaya pencemaran dan longsor," kata Uus. Erick Priberkah Hardi | RINNY SRIHARTINI Post Date : 19 November 2007 |