|
BANDUNG, (PR).- Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dianggap tidak bertentangan dengan RUU Pengelolaan Sampah. Walaupun RUU tersebut mendorong pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse, recycle), teknologi PLTSa masih bisa dilakukan, asalkan pembangunannya memenuhi syarat lingkungan, ekologi, tata ruang, pendanaan, dan pelayanan terhadap masyarakat. Tim Ahli Hukum Penyusunan UU Pengelolaan Sampah Asep Warlan Yusuf mengatakan hal itu ketika ditemui di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Rabu (13/2). "RUU tersebut sedang dibahas di Panitia Kerja (Panja). Walaupun ada yang yakin April 2008 selesai, saya pesimistis. Paling mungkin Juni 2008," katanya. Kendati demikian, menurut dia, pembangunan PLTSa Bandung sebaiknya tidak terburu-buru. "Karena masalah dana dan juga investor itu harus selesai dulu. Apa iya investor yang berminat pada PLTSa hanya PT BRIL? Jangan sampai untuk pengadaan barang dan jasa ini Pemkot Bandung kena masalah hukum di kemudian hari," ucapnya. Asep mengatakan, daerah di Indonesia yang sudah membangun PLTSa di antaranya Bali dan Pontianak. Sedangkan Batam sedang dalam taraf mengajukan. Dalam RUU Pengelolaan Sampah tersebut nantinya ada standar nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Sudah selesai Sementara itu, Wakil Ketua Tim Amdal PLTSa Muhamad Taufik mengungkapkan, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sudah selesai dan telah diserahkan ke Badan Pengendali Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Senin (11/2). Tim Amdal PLTSa masih menunggu konfirmasi lebih lanjut dari BPLH Kota Bandung kapan amdal tersebut disidangkan. "Dengan selesainya amdal, PT BRIL sudah bisa mulai membangun. Namun, semua kembali pada Pemerintah Kota Bandung selaku pemberi izin. Kalau setelah ada amdal tidak dibangun dalam tiga tahun, berarti amdal itu hangus. Amdal ini juga sudah dikonsultasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan dianggap tidak ada masalah," tuturnya ketika dihubungi via telefon di Bandung, Rabu (13/2). Taufik mengatakan, dalam amdal tersebut, tim memberi banyak masukan serta pertimbangan untuk PT BRIL agar bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat di sekitar pembangunan PLTSa. "Banyak warga yang khawatir dengan pembangunan PLTSa. Kami mempelajari apa saja penyebab kekhawatiran mereka. Kami pun memberikan beberapa masukan untuk PT BRIL yang harus mereka lakukan untuk meminimalisasi ketakutan warga," katanya. Menurut dia, sejumlah masukan Tim Amdal dalam dokumen tersebut di antaranya, PT BRIL harus menghilangkan ketakutan warga akan truk sampah yang melewati tempat tinggal mereka dengan membuat rute lain. "Ketakutan warga akan bau menyengat juga harus diselesikan PT BRIL. Soal pencemaran yang dikhawatirkan masyarakat, PT BRIL harus bisa menjelaskan secara komprehensif dan harus bisa menepati janji mereka," katanya. (A-154) Post Date : 14 Februari 2008 |