Teknologi Baru Pengomposan

Sumber:Pikiran Rakyat - 18 Mei 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

CIMAHI, (PR).- Dari 1.300 meter kubik sampah yang dihasilkan Cimahi setiap hari, baru 52 meter kubik atau hanya 4 persen dari total produksi sampah, yang diolah menjadi kompos. Padahal, Kota Cimahi memiliki 25 tempat pengomposan yang tersebar di seluruh kelurahan. Demi meningkatkan produksi dan kualitas kompos dari sampah yang dihasilkan, Pemerintah Kota Cimahi bekerja sama dengan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) untuk merevitalisasi sistem pengomposan dengan teknologi dan konsep yang baru.

Ketua Tim Program Hi-Link Unjani, V. Santi Paramita, mengatakan bahwa saat ini, sebanyak 585 meter kubik atau 45 persen dari volume sampah Kota Cimahi setiap hari belum masuk ke dalam sistem pengelolaan sampah yang ada. Sampah-sampah itu kemungkinan diolah oleh warga secara mandiri, atau dibuang begitu saja ke pinggir jalan tol atau sungai. Sementara sisanya, sebanyak 55 persen atau 715 meter kubik sudah secara teratur dikelola lewat sistem reduce, reuse, dan recycle (3R) melalui pengomposan di RW 15, Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, serta pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat.

"Tempat pengomposan yang masih aktif adalah Kelurahan Cipageran. Akan tetapi, itu pun hanya mampu mengolah empat persen dari sampah yang dihasilkan," tuturnya di ruang rapat Gedung Rektorat Unjani, Senin (17/5).

Hi-Link

Sebagai perguruan tinggi yang berada di Kota Cimahi, Unjani kemudian menawarkan program percontohan pemilahan dan pengelolaan sampah menjadi kompos serta produk kreatif, melalui program Hi-Link yang didukung Dirjen Dikti. Menurut Santi, Hi-Link merupakan program kemitraan antara perguruan tinggi dan mitra industri dan pemerintah daerah, yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sosial di masyarakat.

Berdasarkan data sampah dan sistem pengelolaannya, Santi menyimpulkan bahwa sampai saat ini sampah masih menjadi masalah di Cimahi. Sampah masih dikelola secara konvensional, yaitu ditumpuk, ditimbun, dibubuhi cairan kimia, dan diinjak-injak supaya menjadi kompos, tanpa mempertimbangkan kandungan kimia bawaan sampah. Akibatnya, kompos tidak memiliki nilai jual yang tinggi dan hanya pemerintah kota yang bersedia membelinya.

Melalui program Hi-Link tentang pengelolaan sampah, Santi berjanji akan menerapkan sistem yang sama sekali berbeda dalam pengomposan. Pertama, dia dan timnya akan mengiming-imingi warga yang bersedia memilah sampah organik dan sampah anorganik dengan uang. Santi menyatakan, akan membeli sampah yang sudah terpilah dengan baik dari warga. Dia berharap, cara ini mampu memecahkan masalah kebiasaan warga menyatukan sampah organik dan anorganik.

Kedua, dia akan mengolah sampah menjadi kompos berdasarkan standar tertentu, dengan melibatkan teknologi yang mudah dipahami. Pembuatan kompos akan melibatkan ahli kimia untuk menentukan kadar kimia yang ada dalam sampah supaya tidak memberikan efek samping kepada tanaman.

Ketiga, Santi dan timnya juga akan membuatkan situs web khusus untuk memasarkan kompos produksi warga Cimahi. Target pasar mereka adalah daerah-daerah di luar Jawa yang memiliki daerah perkebunan yang luas. "Rencananya, kami akan buat percontohan di Kelurahan Cipageran, Cigugur Tengah, dan Utama. Untuk program ini, Dirjen Dikti memberikan dana Rp 750 juta selama tiga tahun," ujarnya.

Siap dukung dana


Wali Kota Cimahi Itoc Tochija menyambut baik rencana ini karena sejalan dengan visi Kota Cimahi. Dia bahkan menyanggupi untuk mengucurkan dana pendamping sebesar Rp 860 juta serta dana lain berasal dari mitra pengelola sampah sebesar Rp 300 juta.

Itoc menargetkan, produksi kompos di Cimahi meningkat hingga seratus persen per tahun setelah adanya projek ini. Dengan begitu, para pengelola sampah dapat menjadikan kegiatan ini sebagai sumber penghasilan.

"Penghasilan warga yang bekerja di tempat pengomposan cuma Rp 300.000 per bulan. Sementara itu, UMK saat ini sudah Rp 1 juta. Harus ada peningkatan sampai empat kali lipat kalau pengomposan mau tetap berjalan," katanya. (A-180)



Post Date : 18 Mei 2010