Jakarta, Kompas - Rencana induk yang mengatur tata kelola air bersih di Jakarta belum ada. Akibatnya, tidak ada perencanaan penambahan sumber air atau pengelolaan air bersih. Sementara, kebutuhan air bersih terus meningkat terutama untuk melayani 9 juta penduduk Jakarta yang di tahun 2030 bisa mencapai 12,5 juta jiwa.
Pengamat tata kota, Nirwono Joga, Senin (12/9), mengatakan, tidak adanya rencana induk ini membuat pengolahan air bersih tidak dipikirkan mendalam.
”Dari zaman Belanda, tidak pernah ada rencana induk tata kelola air,” ucapnya.
Zaman dulu, hutan dan area serapan air masih banyak di Jakarta sehingga tidak masalah. Sekarang, wajah kota sudah berubah. Kalau tidak ada rencana induk tata kelola air, bisa memunculkan persoalan besar.
Pemetaan sumber air dari hulu hingga hilir juga tidak ada sehingga tidak bisa diketahui sumber-sumber air yang tersedia untuk menyuplai air ke Jakarta.
Selain itu, tidak ada satu dinas khusus yang mengatur soal ini. Akibatnya, tidak ada yang bertanggung jawab khusus mengenai pengaturan air bersih di Jakarta.
Pihak swasta juga perlu digandeng untuk menyediakan suplai air bersih. ”Caranya dengan mengolah air sendiri. Ini bisa diterapkan di pusat perbelanjaan atau gedung bertingkat,” kata Nirwono.
Konservasi sumber daya air diamanatkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jakarta 2011-2030. Dalam RTRW, sumber daya air termasuk sungai, danau, waduk, situ, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, pelestarian alam, hutan, dan pantai.
Seimbangkan kondisi alam
Tidak adanya rencana induk tata kelola air bersih juga terlihat dari belum mampunya Jakarta menyeimbangkan kondisi saat musim kemarau dengan musim penghujan. Di musim penghujan, air yang berlimpah ruah terbuang langsung ke laut. Ketika musim kemarau, Jakarta kekurangan air.
Hal ini dialami PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) yang mengolah air dari Kali Krukut. Menurut Corporate Communication Head Palyja, Meyritha Maryanie, Distribution Central Reservoir (DCR) Cilandak mengalami penurunan. ”Biasanya kami menerima air 430 liter per detik, kemarau turun jadi 300 liter per detik,” kata Meyritha.
Kualitas air yang ada juga menurun. ”Di musim kemarau tingkat polusi airnya cukup tinggi, terutama dari limbah domestik seperti detergen,” ujar Meyritha.
Penurunan pasokan air ini tidak hanya terjadi di Kali Krukut saja. ”Kanal Tarum Barat/Kali Malang juga berfluktuasi,” kata dia.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Hadi Mulya Asmat juga meminta pelanggan dari perusahaan menghemat penggunaan air bersih. Sebab, saat ini, air tiga sungai yang menjadi sumber ari baku PDAM surut signifikan.
”Air baku PDAM kami dari Sungai Ciliwung, Cikeas, dan Cimanciri. Kondisi saat ini, airnya susut cukup signifikan,” ujarnya. (ART/ARN/RTS/CAS)
Post Date : 13 September 2011
|