|
PURWOKERTO- Jika tarif air tidak naik, PDAM Kabupaten Banyumas akan kolaps. Selain itu, terjadi pemutusan hubungan kerja dengan karyawan, pelayanan menurun, tak ada investasi, bisa terjadi penjualan aset, pelanggan tetap, tak dapat menyetor ke pendapatan asli daerah, serta kemungkinan efek sosial lain. Hal itu dikatakan Direktur Utama PDAM Banyumas Ir Soewarsono saat memaparkan usulan kenaikan tarif di depan anggota DPRD, Sabtu (21/5). PDAM mengaji rencana itu bersama Tim Program Pascasarjana Ekonomi Univesitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, yang dipimpin Dr Agus Suroso. Pemaparan dipimpin Ketua DPRD Suherman. Soewarsono dan Agus menyatakan kenaikan tarif sangat mendesak. Perusahaan itu berharap tarif baru berlaku efektif Juli tahun ini. Saat ini, kata Soewarsono, tarif dasar air (rumah tangga tipe A) Rp 400/m3. Itu yang berlaku sejak tahun 2001. Dengan harga itu, penjualan air Rp 795/m3, sedangkan titik impas Rp 790/m3. Jadi PDAM merugi Rp 5/m3. Kerugian makin besar dari tahun ke tahun, karena pendapatan penjualan air tetap. Padahal, biaya operasional bertambah seiring kenaikan harga kebutuhan lain seperti bahan bakar minyak, listrik, kaporit, pipa, keran, dan meteran air. Tahun 2004 air terjual 10.681.927 m3, pendapatan Rp 8,389 miliar, biaya operasional Rp 8,441 miliar. Jadi perusahaan merugi Rp 51,2 juta. Kerugian tertutup oleh keuntungan dari nonusaha, yaitu penyambungan baru. Tahun-tahun berikutnya penyambungan baru tak lagi dilayani karena debit air terbatas. Jika menambah sambungan, banyak pelanggan tak mendapat air. ''Jika tahun 2005 tarif tak naik, kerugian Rp 95/m3 atau Rp 1,071 miliar.'' Soewarsono menyatakan tarif dasar air PDAM Banyumas Rp 400/m3 adalah nomor dua termurah setelah Purbalingga (Rp 350/m3) dibandingkan dengan 20 daerah lain. Purbalingga pun mengusulkan kenaikan tarif. PDAM Banyumas mengajukan tiga skenario kenaikan. Kenaikan tarif juga untuk meningkatkan investasi guna menambah cakupan pelayanan. Tahun 2003, penduduk 1,488 juta jiwa, yang terlayani PDAM 203.352 jiwa, baru 13,352 %. Rasio itu sangat kecil dibandingkan dengan program pemerintah pusat, yang menargetkan 2015 cakupan pelayanan 80% di perkotaan dan 60% pedesaan. Investasi Untuk mencapai rasio itu perlu investasi besar. Berdasar studi kelayakan, pengembangan pelayanan di Purwokerto perlu air Sungai Logawa dengan investasi Rp 33 miliar, dari Serayu Rp 37 miliar, dan PLTA Ketenger Rp 25 miliar. ''Investasi itu bisa dilakukan bila PDAM untung dari penjualan air terus-menerus.'' Agus Suroso menyatakan perusahaan itu merugi dari penjualan air, tetapi untung dari sektor lain. Dalam ukuran perusahaan kondisi itu tak sehat. Jika kenaikan tarif (skenario I) diterapkan mulai Juli 2005, perusahaan daerah itu akan mendapat laba dari penjualan air Rp 95/m3 atau Rp 1,068 miliar. Untuk mencapai target, kinerja harus ditingkatkan. ''Jika tak memenuhi target Direktur Utama diganti, misalnya, sehingga tak bisa enak-enak.'' (bd-53) Post Date : 28 Mei 2005 |