|
JAKARTA: Kenaikan tarif air tanah yang tertunda dari rencana semula tahun lalu dipastikan berlaku tahun ini. Namun, besaran kenaikannya sendiri hanya lima kali lipat, dari tarif yang berlaku sekarang Rp525 per m3-Rp3.000 per m3 jadi Rp2.625-Rp15.000 per m3. Semula, besaran kenaikannya direncanakan 14 kali lipat menjadi Rp8.000 per m3-Rp20.000 per m3. Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Peni Susanti mengatakan kenaikan pajak air tanah harus lebih tinggi dari harga air minum yang dipasok Perusahaan Daerah Air Minum DKI (PAM Jaya) yakni Rp1.575 per m3-Rp14.650 per m3. "Proses verbalnya sudah kami laksanakan sehingga tidak akan mundur lagi, tahun ini akan diberlakukan dengan kenaikan sampai 5 kali lipat dari tarif sekarang," ujarnya di Jakarta kemarin. Untuk perubahan besaran kenaikannya, Peni mengatakan, berdasarkan kajian antarinstansi, pilihan menerapkannya secara bertahap dipandang lebih baik untuk memberi kesempatan kepada warga pindah dari semula menggunakan air tanah menjadi air minum PAM Jaya. Dia menambahkan rencana pemberlakuan tarif pajak air tanah terpaksa ditunda dari rencana tahun lalu karena beberapa pertimbangan, termasuk restrukturisasi organisasi di lingkungan Pemprov DKI. "Pembahasan sempat tertunda karena adanya perubahan organisasi pemprov, termasuk masalah air bawah tanah itu dipindahkan kewenangannya dari Dinas Pertambangan DKI ke BPLHD DKI. Itu perlu proses," ujarnya. Peni menjelaskan rencana kenaikan tarif pajak air tanah itu juga sudah masuk ke Biro Hukum DKI untuk selanjutnya disampaikan ke DPRD DKI guna mendapatkan persetujuan sebelum ditetapkan menjadi surat keputusan gubernur. Dia menekankan penetapan kenaikan tarif air bawah tanah sangat penting untuk segera diberlakukan sebagai salah satu upaya Pemprov DKI dalam mencegah pengambilan air tanah secara tidak terkendali di Ibu Kota. Sebab, terutama di kawasan yang sudah dilayani jaringan air minum dari PAM Jaya, volume pengambilan air tanah secara liar masih tinggi dan cenderung naik. Buktinya, pengambilan air yang tercatat pada 2002 yang baru 450 kasus sudah menjadi 1.700 kasus pada 2007. Pengambilan air tanah secara eksesif dalam 5 tahun tersebut telah mengakibatkan permukaan tanah di Jakarta turun hingga 0,5 cm per tahun. Apabila dibiarkan, diperkirakan sampai 2020 Jakarta menghadapi problem banjir permanen yang diakibatkan oleh kenaikan permukaan air laut. Perluasan jaringan Dihubungi terpisah, anggota Bidang Teknik Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Firdaus Ali mengatakan penetapan tarif pajak air tanah yang lebih tinggi dari air minum yang dipasok PAM Jaya merupakan keharusan. Sebab, lanjutnya, pengambilan air tanah secara tidak terkendali dapat berakibat buruk terhadap lingkungan alam mulai dari kerusakan bagian lapisan bumi, penurunan permukaan tanah dan berkurangnya persediaan air alam. "Pengambilan air tanah itu harus dikendalikan. Namun, seiring dengan pengendaliannya melalui penetapan pajak yang lebih mahal itu Pemprov DKI hendaknya mengusahakan perluasan cakupan layanan air minum di Jakarta," katanya Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Prya Ramadhani (FPG) mengatakan kenaikan tarif pajak air akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah. Namun, itu hendaknya tidak dijadikan tujuan utama kenaikan tarif. "Walaupun memang ada peningkatan PAD dari pajak air tanah, itu bukan yang utama. Sebab, tujuan yang lebih prioritas adalah untuk menyelamatkan ekosistem. Kalau tidak, beberapa puluh tahun lagi permukaan tanah DKI semakin amblas," katanya. Prya menekankan kenaikan tarif air tanah harus disertai pengetatan pengawasan penggunaan air tanah di gedung bertingkat. Selain itu, juga dengan konsistensi penegakan hukum terhadap pelanggan air tanah yang terbukti melanggar. Dia mencontohkan gedung-gedung bertingkat yang ada di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat. "Pemprov DKI harus mengaudit penggunaan air tanah dalam gedung-gedung tersebut. Selain berlangganan air minum, mereka juga memiliki beberapa sumur dalam. (Bastanul Siregar/Nurudin Abdullah) Post Date : 23 Februari 2009 |