Tarif air tanah naik 16,7 kali lipat

Sumber:Bisnis Indonesia - 10 Juni 2009
Kategori:Air Minum

JAKARTA: Kenaikan tarif pajak air tanah akhirnya resmi berlaku sejalan dengan terbitnya Peraturan Gubernur No.37/2009 tentang Kenaikan Pajak Air Tanah, kemarin.

Pergub itu menetapkan pajak air tanah bagi konsumen rumah tangga naik 16,7 kali lipat dari tarif semula, dari Rp525 per m3 jadi Rp8.800 per m3, sedangkan untuk konsumen niaga dan industri naik 6,96 kali lipat, dari Rp3.300 per m3 menjadi Rp23.000 per m3.

Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Peni Susanti mengatakan pergub tersebut sudah ditandatangani gubernur, dan akan segera dikoordinasikan dengan DPRD DKI, dilanjutkan dengan sosialisasi kepada warga mulai pekan depan.

"Kenaikan ini kami anggap wajar, sebab sejak 1999 pajak air tanah tidak pernah naik, sedangkan tarif air PAM sudah beberapa kali naik. Ini juga untuk mencegah pengambilan air tanah secara berlebihan yang mempercepat penurunan permukaan tanah," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Peni menekankan kenaikan tarif pajak air tanah itu mendesak dilakukan, terutama setelah Jakarta dinyatakan sebagai salah satu dari 530 kota di dunia yang rentan mengalami penurunan permukaan air tanah.

Selain menaikkan tarif pajak air tanah, BPLHD juga akan terus meningkatkan upaya mencegah penurunan permukaan tanah di Jakarta dengan mendorong penerapan program 3R, yaitu reuse (pemakaian ulang), reduce (pengurangan) dan recycle (daur ulang), di seluruh wilayah.

Kepala Bidang Pencegahan Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Perkotaan BPLHD DKI Dian Wiwekowati mengatakan potensi penurunan tanah terbesar terjadi di Kembangan, Kebon Jeruk, Tanah Abang, Menteng, Senen dan Cakung, dengan, penurunan 8 m-12 m.

Kawasan lain yang juga rawan penurunan permukaan tanah adalah Pulogadung, Matraman, Tebet, Duren Sawit, Pasar Minggu, Ciracas dan Pasar Rebo, dengan fluktuasi 4 m-8 m. Di Jakarta Utara, penurunan permukaan air tanah 0 m-4 m.

Dian mengatakan untuk mencegah hal itu, BPLHD menginstruksikan pengelola perkantoran dan pusat perbelanjaan untuk membuat tempat penampungan air (reservoir) dengan kapasitas dua kali lipat dari kebutuhan pemakaian air yang dibutuhkan, dan membangun sumur resapan.

Dunia usaha keberatan

Menanggapi terbitnya pergub itu, Rachmat Firdis, Property Manager PT Priamanaya, pengelola sejumlah kawasan perdagangan dan hunian di DKI, mengaku keberatan. Pasalnya, saat ini sektor properti termasuk industri sudah terpukul akibat krisis global yang melemahkan permintaan.

Dia mengatakan dengan kenaikan tarif pajak air tanah akan ada biaya tambahan untuk kegiatan operasional perusahaan. Selama ini saja, di luar biaya penggunaan air PAM, perusahaannya sudah mengeluarkan dana Rp70 juta per bulan untuk konsumsi air tanah.

"Seharusnya pemprov memberlakukan kenaikan tarif pajak air tanah itu secara bertahap seperti rencana semula. Kalau tingkat kenaikannya setinggi itu kan seharusnya kami diajak berunding apa keberatan atau tidak, mampu atau tidak memenuhi," katanya.

Rachmat mengatakan pemprov semestinya juga memberikan jaminan suplai yang mencukupi dari air PAM, sehingga tidak banyak industri yang menggunakan air tanah. Kenyataannya, cakupan dan suplai air bersih dari PAM Jaya saat ini masih jauh dari kebutuhan.

Belum lagi, sambungnya, ada banyak kebocoran dan juga aspek kelancaran air yang ikut merugikan kegiatan usaha. Jika jaminan itu terpenuhi, pemprov dapat memberikan kebijakan yang tepat berupa kenaikan pajak air tanah ataupun air PAM.

PT Priamanaya sendiri, lanjutnya, telah mengantisipasi kenaikan air tanah itu dengan membangun instalasi pengolah air limbah jadi air bersih berkapasitas 20 m3 per jam yang rampung Juli 2009. Air dari alat itu akan dipakai untuk operasi gedung seperti keperluan toilet, dan pusat jajanan. Mia Chitra Dinisari



Post Date : 10 Juni 2009