Tarif Air Tanah Diusulkan Naik

Sumber:Suara Pembaruan - 31 Maret 2008
Kategori:Air Minum

[JAKARTA] Penyedotan air tanah besar-besaran oleh industri dan pengelola gedung tinggi di Jakarta membuat kualitas air tanah Jakarta jelek. Eksploitasi tersebut juga membuat intrusi air laut tinggi, permukaan tanah Jakarta turun dan sering terjadi banjir. Untuk mengurangi eksploitasi air tanah besar-besaran diusulkan tarif naik hingga 1.700 persen, tetapi tidak berlaku untuk pemakaian rumah tangga.

Direktur Amrta Institute for Water Literacy Nila Adhianie kepada SP, Senin (31/3), mengatakan, untuk membatasi penyedotan air besar-besaran oleh industri dan pengelola gedung tinggi di Jakarta, Dinas Pertambangan DKI Jakarta berniat menaikkan tarif air tanah di Jakarta. Diharapkan dengan naiknya tarif air bawah tanah, maka para pengguna dapat berhemat dan beralih menggunakan air PAM.

Menurut Nila, Kepala Dinas Pertambangan DKI, Peni Susanti, Minggu lalu, mengatakan bahwa tarif air PAM dalam sepuluh tahun terakhir telah naik berkali-kali. Sementara tarif air bawah tanah belum pernah sama sekali. Padahal idealnya tarif air tanah lebih mahal dari tarif air PAM, karena proses recharge yang membutuhkan waktu cukup lama dan kualitas air tanah jauh lebih baik dari air permukaan yang biasa digunakan sebagai sumber air PAM.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amrta Institute dan Yayasan Tifa mengenai Pendapatan Dari Sumber Daya Air tahun 2006-2007 diketahui bahwa peraturan pendapatan dari sumber daya air termasuk air tanah di Indonesia memberikan peluang yang sangat besar terhadap eksploitasi air. Karena itu, sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah perbaikan peraturan bukan menaikkan tarif.

Terganjal PP

Dijelaskan, upaya menaikkan tarif air tanah ini tidak akan secara signifikan mengurangi pemakaian air tanah, karena terganjal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Berdasar peraturan itu, tarif pajak air bawah tanah yang dikenakan pada pengguna adalah 20 persen. Artinya semua wajib pajak air bawah tanah memperoleh keringanan sampai 80 persen dari tarif yang berlaku. Dengan demikian untuk mendapat nilai pajak yang sebanding dengan harga air PAM, tarif air harus dinaikan tinggi sekali.

Saat ini, tarif PAM untuk pelanggan gedung perkantoran tinggi adalah Rp 12.550 per meter kubik (m3), dan tarif air bawah tanah adalah Rp 3.500/m3. Dengan keringanan sebesar 80 persen maka tarif riil yang berlaku adalah Rp 700/m3. Kalau asumsinya tarif air bawah tanah di DKI Jakarta harus sama dengan tarif air PAM, maka tarif air bawah tanah harus dinaikan sebesar 1.700 persen.

Perhitungan ini didasari pada kondisi sekarang di mana PP No 65 Tahun 2001 masih berlaku dan hanya memberlakukan 20 persen dari tarif air bawah tanah yang ditetapkan.

Kenaikan sebesar 1.700 persen jelas sebuah angka yang tidak realistis. "Karena itu, kami mengimbau agar seiring dengan rencana kenaikan tarif air bawah tanah dilakukan juga advokasi perubahan PP 65 Tahun 2001. Hal ini penting dilakukan agar valuasi terhadap sumber daya air dapat mencerminkan nilai sebenarnya dari sumber daya air dan penghematan pemakaian dapat dilakukan oleh semua level pengguna termasuk rumah tangga," katanya.

Menurut data Departemen Pekerjaan Umum, Pulau Jawa saat ini termasuk pulau yang mengalami defisit ketersediaan sumber daya air karena hanya memiliki 4,5 persen cadangan air nasional. Padahal pulau ini dihuni lebih 60 persen penduduk Indonesia. [L-8]



Post Date : 31 Maret 2008