|
Jakarta, Kompas - Dinas Pertambangan DKI Jakarta berencana menaikkan tarif air tanah yang disedot dari sumur dalam. Disinsentif tarif tersebut besarannya akan mendekati tarif air PAM agar pengelola gedung tinggi tidak melanggar batas penyedotan air tanah dari sumur dalam. Menurut Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta Peni Susanti, Kamis (27/3) di Jakarta Pusat, selama 2007 terdapat 100 pengelola gedung tinggi yang melanggar batas penyedotan air dari sumur dalam. Pompa air milik para pelanggar itu saat ini disegel karena menyedot air lebih dari 100 meter kubik per hari. ”Tarif air PAM sudah naik enam kali, tetapi tarif air tanah belum naik selama 10 tahun terakhir. Selisih tarif yang terlalu besar membuat banyak pengelola gedung memilih menyedot air tanah daripada memanfaatkan air PAM,” kata Peni. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI akan menaikkan tarif air hampir sama dengan tarif air PAM. Idealnya, kata Peni, tarif air tanah harus lebih mahal dari tarif PAM agar penyedotan besar-besaran berhenti. Penyedotan air tanah yang berlebihan akan menyebabkan permukaan tanah turun. Tarif air tanah saat ini hanya Rp 3.000 sampai Rp 3.500 per meter kubik. Sedangkan tarif air PAM untuk golongan IVB atau pelanggan besar dan gedung-gedung tinggi adalah Rp 12.550 per meter kubik. Menurut Peni, Pemprov sedang mengkaji besaran tarif yang baru dan akan menerapkannya pada 2008. Kajian itu akan diserahkan ke DPRD untuk dibahas dan mendapat persetujuan. Sambil menunggu kajian itu, Pemprov juga melarang penggunaan air tanah dari sumur dalam bagi gedung baru yang dilalui jaringan PAM. Air tanah hanya boleh digunakan pada gedung di luar jaringan PAM. ”Pemprov mengampanyekan sistem reduce (pengurangan), reuse (penggunaan kembali), recycle (daur ulang), dan recharge (pengisian kembali) air. Pengisian kembali air tanah dilakukan dengan membangun sumur resapan air hujan,” kata Peni. Instrumen efektif Keinginan Pemprov untuk menaikkan tarif air tanah dalam disambut gembira oleh Palyja. Menurut Kepala Humas Palyja Meyritha Maryanie, kenaikan tarif adalah instrumen paling efektif untuk mengendalikan penyedotan air tanah secara berlebihan. Palyja memang baru dapat melayani sekitar 60 persen wilayah yang menjadi tugasnya. Akan tetapi, Palyja sudah memasang pompa meter besar di gedung-gedung tinggi dan pelanggan-pelanggan besar, seperti industri. Masalahnya, kata Meyritha, banyak pelanggan besar dan pengelola gedung tinggi yang tidak memanfaatkan air PAM. Air PAM hanya dijadikan cadangan jika kebutuhan air meningkat dan air sumur dalam tidak mencukupi. Menurut pengamat hidrologi Universitas Indonesia (UI), Firdaus Ali, penyedotan air tanah dari sumur dalam mencapai 650 juta meter kubik selama satu tahun. Penyedotan besar-besaran selama bertahun-tahun telah menyebabkan permukaan tanah di Jakarta turun. Berdasarkan penelitian UI, kata Firdaus, tinggi permukaan tanah di kawasan Monas turun 66 sentimeter dibandingkan kondisi tahun 1984. Apabila penurunan tinggi permukaan tanah terus terjadi, Jakarta akan lebih mudah tergenang saat hujan. Firdaus mengatakan, pengelola gedung tinggi dan industri tidak hanya menyedot air dari sumur-sumur dalam, tetapi juga sumur-sumur dangkal. Akibatnya, banyak sumur penduduk yang mengering. Penyedotan air tanah secara berlebihan juga menyebabkan bakteri E-coli dari septic tank warga meresap ke tanah dan mencemari sumur. Di Kelurahan Petojo Utara, Jakarta Pusat, warga mengeluhkan keberadaan gedung perkantoran, pusat grosir, dan apartemen di kawasan Harmoni yang menyedot air tanah dalam jumlah besar. Irwansyah, warga RW 08, mengatakan, kesulitan air makin terasa terutama sejak apartemen dan gedung yang memiliki sumur bor beroperasi. ”Penyedotan air tanah dari sumur dalam sulit dihentikan jika kedua operator PAM tidak dapat mencukupi kebutuhan seluruh wilayah Jakarta. Produksi air bersih dari kedua operator PAM hanya 500 juta meter kubik per tahun dan lebih dari 40 persennya bocor. Produksi harus ditingkatkan dan kebocoran ditekan agar penyedotan air tanah dapat diatasi,” kata Firdaus. (ECA) Post Date : 28 Maret 2008 |