|
Jakarta, Kompas - Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Jumat (30/12), menetapkan kenaikan tarif air minum sesuai kesepakatan penyesuaian tarif otomatis untuk semester I/2006 rata-rata 17,32 persen (dari harga rata-rata sekarang Rp 5.473). Ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2006. Dari kenaikan tarif itu, yang terpenting pada tarif kelas sosial dan masyarakat miskin yang hanya naik 10 sampai 11 persen. Harga air minum pada kelas ini masih di bawah harga di beberapa kota lainnya, kata Sutiyoso. Tarif air minum kelas sosial yang dimaksudkan Sutiyoso sebesar Rp 900 per meter kubik, sedangkan pada kelas masyarakat miskin Rp 1.050 per meter kubik. Kelas sosial antara lain untuk keperluan tempat-tempat ibadah, sedangkan kelas masyarakat miskin di antaranya mereka yang menghuni tipe rumah sangat sederhana. Pasokan air untuk dua kelas terendah ini di bawah 18 persen dari produksi air yang terjual. Berdasarkan data 2004, air terjual PT Palyja sebesar 127,3 juta meter kubik dan PT Thames PAM Jaya (TPJ) sebesar 143,57 juta meter kubik. Dibandingkan kota lainnya, untuk tarif kelas sosial dan masyarakat miskin di Jakarta ini lebih rendah. Seperti di Bogor dan Depok, untuk kelas sosial Rp 970 per meter kubik, untuk masyarakat miskin Rp 1.867 per meter kubik; Bandung Rp 1.140 per meter kubik (sosial) dan Rp 1.520 per meter kubik (miskin); Kota Tangerang Rp 1.280 per meter kubik (sosial) dan Rp 2.550 per meter kubik (miskin). Kepala Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta Achmad Lanti dalam penjelasan kemarin di Balaikota DKI mengatakan, usulan kenaikan tarif yang disampaikan kepada gubernur cukup beragam, dari 11 persen hingga 25 persen untuk setiap golongan. Nilai rata-rata kenaikan menjadi sebesar 17,32 persen. Usulan kenaikan ini lebih rendah jika dibandingkan usulan dari dua operator, PT Palyja dan PT TPJ, sebesar 23 sampai 25 persen, kata Achmad Lanti. Dua semester sebelumnya pada 2004 terjadi kenaikan tarif air berturut-turut sebesar 8,4 persen dan 9,2 persen. Monopoli Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih mengatakan, kini saatnya untuk mewaspadai gejala monopoli pengusahaan air minum bagi publik di Jakarta oleh pihak swasta. Pihak swasta yang dimaksud adalah PT Palyja dan PT TPJ. Dari penentuan kebijakan kenaikan tarif secara otomatis selama 2005-2007, pemerintah sudah dibuat tidak berdaya. Kenaikan tarif air minum sulit dihindari lagi setiap enam bulan hingga 2007 nanti, kata Indah. Kenaikan tarif air minum seharusnya diimbangi dengan perbaikan pelayanan. (NAW) Post Date : 31 Desember 2005 |