BOGOR -- Pemerintah Kabupaten Bogor sejak Juni 2010 menaikkan tarif air 30 persen. Direktur Utama Perusahaan Air Minum Tirta Kahuripan Hadi Mulyadi Asmat mengatakan tarif air yang berlaku saat ini belum mengalami kenaikan sejak November 2005.
Padahal, biaya pegawai, tarif dasar listrik, dan bahan bakar minyak mengalami kenaikan signifikan. "Kenaikan tarif dan beban tetap akan mendukung kinerja keuangan PDAM," kata Hadi kemarin.
Kenaikan tertinggi hingga 48 persen dibebankan kepada pelanggan industri. Pelanggan di Kota Depok dan Kota Bogor juga terkena imbas kenaikan ini. "Berdasarkan PP 16, tidak perlu meminta persetujuan, hanya pemberitahuan saja," ujar Hadi.
Sementara itu, perihal kisruh PT Aetra Air Jakarta dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk., Badan Regulator Pelayanan Air Minum Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta angkat bicara. Badan itu menganggap tarif air bersih yang dibebankan Aetra ke Ancol Tbk. terlalu mahal.
Saat ini tarif air ke Jaya Ancol dipatok Rp 12.550 per meter kubik. "Kalau Aetra bisa jual air lebih murah, mungkin Ancol tidak akan membangun instalasi pengelolaan air sendiri," kata Kepala Badan Irzal Djamal. Juru bicara Jaya Ancol, Sofia Cakti, menolak mengomentari pernyataan Badan tersebut. "Saya no comment dulu," kata Sofia melalui pesan pendek.
Aetra berpotensi kehilangan dana subsidi silang sebesar Rp 45,625 miliar per tahun jika Ancol, sebagai pelanggan utama dan terbesar, menghentikan langganan air bersih. Dana itu dipakai untuk menyubsidi sekitar 260 ribu pelanggan menengah ke bawah, dari total 383 ribu pelanggan Aetra.
"Sekitar Rp 175.480 per pelanggan per tahun, atau Rp 14.623 per pelanggan per bulan," kata sumber Tempo yang dekat dengan Aetra, menjelaskan tarif yang diisyaratkan naik jika Jaya Ancol berhenti berlangganan air.
Sekretaris Perusahaan Aetra Joshua L. Tobing enggan berkomentar tentang besaran dana subsidi silang yang berpotensi hilang. Meski begitu, ia tidak menampik besaran angka yang disodorkan Tempo. "Bisa jadi besarannya segitu," ujar Joshua saat dihubungi melalui telepon.
Adapun protes Aetra terhadap Ancol dinilai berlebihan. "Dalam rangka efisiensi sah-sah saja," ujar anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Aliman Aat. Menurut Aliman, penerapan teknologi itu merupakan hak Ancol selaku konsumen. Bahkan, kata dia, semua operator air seharusnya sudah mulai berpikir untuk mengembangkan teknologi itu untuk masa yang akan datang.DIKI SUDRAJAT| RIKY FERDIANTO| WAHYUDIN FAHMI
Post Date : 25 Juni 2010
|