JAKARTA(SI) – Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) memperkirakan tarif air bersih di Jakarta akan mencapai Rp10.793 per m3 jika kenaikan dihitung dari evaluasi kontrak lima tahunan atau rebaising.
Anggota Bidang Teknik BR PAM DKI Jakarta Firdaus Ali mengatakan, tarif air bersih yang berlaku saat ini Rp7.020 per m3. Jika Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi kenaikan air dari rebaisingyang diajukan kedua operator air minum yaitu Palyja dan Aetra,pada 2012 nanti tarif dapat dipatok Rp10.793 per m3.
Menurut Firdaus, jika tarif air bersih terus mengalami kenaikan, masyarakat umum maupun industri dapat dipastikan akan berhenti berlangganan.”Kenaikan tarif air jangan dilihat dari rebaising, namun dari kinerja kedua operator,” kata Firdaus kemarin. Lebih lanjut Firdaus menyatakan, tarif yang berlaku saat ini sudah merupakan batas ideal dan maksimal.
Tarif yang terus meningkat tentu akan merugikan PAM Jaya karena harus menambah biaya atau dikenal short fall. ”Short fall ini terjadi lantaran biaya produksi air sudah sama atau melebih tarif imbalan.Akibatnya selisihnya menjadi utang kepada kedua operator,”ungkapnya.
Sekarang ini, ungkap Firdaus, short fallPAM Jaya telah mencapai Rp800 miliar.Firdaus menyatakan, cicilan terus dibayar oleh PAM Jaya sehingga jumlahnya tidak semakin meningkat. Short fall ini mulai terjadi pada periode 1998-2001. Saat itu Pemprov DKI tidak menaikkan tarif yang dibebankan kepada masyarakat. Firdaus berpendapat, penghitungan water charge sudah seharusnya dikaitkan dengan pencapaian kinerja kedua operator.
”Tidak seperti yang berlaku saat ini,di mana formula penetapan water charge hanya berbasiskan kebutuhan finansial kedua mitra swasta tersebut. Sampai kapan kita akan menaikkan tarif ini. Akhirnya yang dibebankan adalah masyarakat kebanyakan,”ujarnya. Water charge adalah nilai yang harus dibayarkan PAM Jaya kepada kedua mitra swastanya,Palyja dan Aetra.
Uang ini sebagai imbalan yang diterima kedua operator swasta tersebut lantaran telah mengolah air baku menjadi air bersih dan mendistribusikannya kepada masyarakat yang menjadi pelanggan kedua operator air bersih tersebut. Firdaus melanjutkan, target kinerja yang mesti dicapai antara lain penurunan non revenue water (NRW) atau tingkat kebocoran air.
Aetra ditargetkan menurunkan tingkat kebocoran air dari 50% pada 2009 menjadi 42% pada 2012. Sedangkan Palyja ditargetkan menurunkan NRW dari 45,2% menjadi 35,4% pada akhir masa rebaising periode ini. ”Kenyataannya, target NRW tidak pernah dipenuhi oleh keduanya,”ungkapnya. Jika tidak ada peningkatan kinerja, konsumen yang semakin mengeluhkan pelayanan akan berpindah dengan menggunakan air tanah atau memproduksi air bersih sendiri.
Firdaus menuturkan, Pelindo II,Ancol,dan Plaza Indonesia sudah memproduksi air bersih tanpa bantuan perusahaan air minum. ”Plaza Indonesia mendaur ulang air limbahnya dengan menggunakan sistem biomembran. Biayanya lebih murah dan kualitas airnya lebih baik dari PAM,” ucapnya. Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menegaskan, kenaikan tarif air akan diselaraskan dengan perbaikan kinerja kedua operator.
Menurutnya,kinerja yang diperlihatkan operator sudah ada,namun kinerja tersebut belum sepadan dengan penilaian dan sasaran sehingga belum dapat menjadi bahan utama untuk menaikkan tarif air. Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan DPRD DKI menolak kenaikan tarif air.
Pelayanan sebaiknya dinomorsatukan sebelum rencana kenaikan tarif digaungkan ke masyarakat. Banyak masyarakat yang masih mengeluhkan air yang kurang jernih, tekanan air yang kecil, dan tidak mengalir 24 jam. (neneng zubaidah)
Post Date : 05 Juni 2009
|