JAKARTA – Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikkan tarif air minum yang akan disesuaikan dengan rata-rata water charge (tarif air) saat ini sebesar 7.020 rupiah per meter kubik ditentang DPRD DKI Jakarta dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Mereka menentang rencana tersebut karena kualitas layanan dua operator mitra PD PAM Jaya, yakni PT Aetra dan PT Palyja, dinilainya masih jauh dari memuaskan. Selain itu, sebanyak 39 persen atau sepertiga wilayah DKI Jakarta belum terlayani jaringan air bersih. Wilayah yang belum terlayani ialah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur.
“Kualitas air masih keruh, dan di beberapa lokasi pasokannya belum lancar,” ujar anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Ben Sitompul di Jakarta, Rabu (3/6), menanggapi rencana kenaikan tarif air minum di DKI Jakarta. Ben Sitompul juga mempertanyakan realisasi penyediaan air siap minum yang dijanjikan Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) DKI Jakarta. “Sampai sekarang tidak terealisasi,” tambahnya.
Seharusnya sebagai badan regulator air minum di DKI Jakarta, BR PAM bisa memaksimalkan fungsinya untuk menekan kedua operator air minum PT Aetra dan PT Palyja untuk menaikkan mutu layanan. “BR PAM perlu direformasi agar kinerjanya membaik,” ujar dia.
Selain kinerja BR PAM, menurut Ben Sitompul, ada beberapa hal yang perlu dibenahi, seperti peraturan gubernur tentang penyesuaian tarif otomatis yang tidak mempertimbangkan kualitas layanan sebagai syarat kenaikan tarif. “Pergub itu harus direvisi,” jelasnya.
Beratkan Masyarakat
Senada dengan Ben, Project Officer Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih menyatakan kenaikan tarif imbalan harus ditekan seminimal mungkin. "Jika tidak ditekan, yang akan menderita adalah rakyat kecil, yaitu pelanggan-pelanggan yang berada di golongan III A atau rumah tangga sederhana,” terang Indah.
Menurut Indah, adanya penyesuaian golongan yang dilakukan PAM Jaya beberapa waktu lalu dinilainya sebagai bentuk kenaikan tarif air minum secara terselubung sehingga menyebabkan kenaikan tarif air yang memberatkan masyarakat. "Akibat perubahan tarif imbalan tidak ada yang tetap semuanya malah naik. Kenaikan antara 100 sampai 400 persen," ujarnya.
Karena itu, YLKI meminta BR PAM agar melakukan kajian secermat mungkin. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah pelayanan kepada pelanggan dan soal tarif. "Soal tarif itu penting untuk dipertimbangkan, jangan sampai naik lagi dan merugikan konsumen," katanya.
Anggota BR PAM Rian Nugroho mengatakan kenaikan tarif air minum merupakan kewenangan Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan BR PAM, kata dia, hanya menyusun draf rebaising (kesepakatan kontrak lima tahunan) antara PAM dan kedua mitra swastanya. "BR PAM baru menyetujui usulan kenaikan tarif imbalan. Sedangkan tarif kepada masyarakat belum disimpulkan. BR PAM justru berperan penengah antara kepentingan masyarakat dan kepentingan operator,” jelasnya.
Isi draf rebaising yang telah disusun, lanjutnya, merumuskan pola kerja sama yang berbasis kinerja. Dalam rebaising tersebut terdapat target-target teknis, seperti volume air terjual, service coverage ratio (jangkauan layanan), penambahan pelanggan, tingkat potensi kehilangan pendapatan dari air yang tak dapat dijual, atau NRW (Non Revenue Water) sehingga water charge bisa ditentukan selama lima tahun ke depan.
"Kita akan terus berupaya menyempurnakan draf rebaising agar mengarah kepada peningkatkan kinerja kedua operator swasta PT PAM Jaya. Selama ini BR PAM sudah optimal," tambahnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan meskipun laporan BR PAM perihal hasil rebaising dari dua mitra belum diberikan, diakuinya, secara umum kinerja kedua operator tersebut sudah mulai membaik. Perbaikan kinerja itu, terang dia, terutama menyangkut kualitas layanan ke masyarakat. Misalnya, dengan memasang booster pump water di daerah Jakarta Utara.
“Kalau kinerja, saya lihat sudah ada. Misalnya, pemasangan booster pump water. Tapi, apakah kinerja sesuai dengan penilaian dan sasaran terhadap kebutuhan kenaikan tarif, itu yang harus dievaluasi,” ujarnya.
Sekitar 20 Persen
Pernyataan Fauzi Bowo tersebut merupakan indikasi kuat adanya kenaikan tarif air minum di DKI Jakarta. Terlebih, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta Sarwo Handayani menyatakan, "Pemprov minta usulan kenaikan tarif air minum dengan perhitungan yang wajar. Paling tidak, disesuaikan dengan kesepakatan sekarang dengan tarif bervariasi yang rata-rata water charge-nya 7.020 rupiah per meter kubik," katanya.
Rekanan PAM Jaya, PT Palyja, awal tahun ini mengusulkan penyesuaian tarif air minum sebesar 22,7 persen. Usul kenaikan tarif tersebut tertuang dalam perjanjian kontrak kerja sama investasi tahun 2009-2012 sebesar 85,6 miliar rupiah yang mereka serahkan kepada Gubernur DKI Jakarta. (wan/M-1)
Post Date : 04 Juni 2009
|