MAKASSAR, KOMPAS - Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar mengerahkan 20 tangki air bersih setiap hari untuk mengatasi krisis air bersih yang terjadi di wilayah utara dan timur Makassar, Sulawesi Selatan. Krisis air bersih terjadi akibat musim kemarau selama dua bulan terakhir.
Kepala Wilayah I PDAM Makassar Hasmulyadi, Rabu (7/9), mengatakan, kesiagaan tangki air bersih dilakukan sejak 10 Agustus. ”Awalnya kami menyiapkan 7-10 tangki per hari. Namun, kekeringan yang kian meluas menyebabkan jumlah permintaan dari warga terus meningkat,” ujarnya.
Menurut Hasmulyadi, krisis air bersih tak lepas dari penurunan debit air yang masuk Bendung Lekopancing di Kabupaten Maros, sekitar 30 kilometer utara Kota Makassar. Ketinggian air di bendung tersisa 30-50 sentimeter akibat kemarau panjang.
Bendung ini merupakan sumber air baku bagi Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang yang melayani kebutuhan air bersih pelanggan PDAM di wilayah utara dan timur Makassar. Kemampuan suplai air dari IPA II Panaikang menurun drastis dari 1.000 liter per detik menjadi 300 liter per detik. Pelayanan terhadap sekitar 20.000 pelanggan dari total 68.430 pelanggan kini terganggu.
Krisis air juga menimpa sejumlah daerah di Jawa Tengah seperti Kabupaten Wonogiri dan Boyolali. Kemarau di wilayah itu terjadi sejak empat bulan lalu. Demi mendapatkan air, warga harus beli seharga Rp 150.000 per tangki yang berisi 6.000 liter.
Di Wonogiri, saat ini 8 dari 25 kecamatan mengalami kekeringan. Daerah itu tersebar di wilayah selatan yang kondisi alamnya perbukitan kapur seperti Paranggupito, Pracimantoro, Giritontro, Batuwarno, Eromoko, Manyaran, Nguntoronadi, dan Giriwoyo.
”Sejak empat bulan lalu sampai sekarang, saya sudah beli tujuh tangki. Satu tangki harganya Rp 80.000 isi 6.000 liter, habis dalam dua minggu. Makin jauh dari sumber air, makin mahal harganya. Di kampung tetangga, Gambirmanis, harga air sampai Rp 150.000 per tangki. Pemakaian air banyak untuk memberi minum sapi,” kata Misman (58), warga Kampung Pringwatan, Desa Watangrejo, Pracimantoro.
Menurut Kepala Bagian Kesejahteraan Sekretariat Daerah Wonogiri Maryanto, pihaknya meminta bantuan pihak ketiga, seperti perusahaan swasta, BUMD, dan BUMN agar membantu pengadaan air bersih untuk warga di wilayah yang mengalami kekeringan. Jika kondisi semakin parah, seluruh warga di Kabupaten Wonogiri akan diminta membantu warga yang kekeringan. ”Anggaran kami terbatas, tahun ini hanya Rp 150 juta untuk pos bencana dan masalah sosial lain,” kata Maryanto.
Di Boyolali, sejak tiga bulan lalu, warga di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, membeli air untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari dan memberi minum ternak mereka. Menurut Warjuli (38), warga Dukuh Plambong, Desa Sruni, dua tahun terakhir mereka selalu membeli air di musim kemarau. Sebelumnya, mereka mendapat suplai air bersih dari mata air yang dialirkan ke bak penampung yang tersebar di desa itu. Namun, saat ini bak-bak itu kosong karena saluran air di dekat mata air rusak.
Direktur Utama PDAM Boyolali Cahyo Sumarso mengatakan, selama musim kemarau, belum ada permintaan suplai air ke daerah rawan kering. Padahal, sebelumnya permintaan air bersih terus berdatangan. Disiagakan enam tangki air per hari untuk suplai air bersih. Wilayah yang rawan di Boyolali antara lain Kecamatan Musuk, Kemusu, dan Juwangi. (ETA/RIZ/EKI/UTI)
Post Date : 08 September 2011
|