|
TANGERANG --Pemulung di TPA Rawa Kucing merasa keberatan bila sampah dari DKI dibuang ke tempat itu. Sampai saat ini Pemkot dan Pemkab Tangerang masih belum memberikan izin bagi penggunaan lahan di wilayahnya untuk tempat pembuangan akhir (TPA) sampah warga DKI Jakarta. Penolakan ini karena Tangerang pun sudah merasa kerepotan mengurusi sampahnya sendiri. Kasubdin Kebersihan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, Dadang Setiawan, ketika ditemui Rabu (24/11) disela-sela peninjauan TPA Rawa Kucing, Tangerang, dengan tegas mengancam akan membakar truk-truk pengangkut sampah dari luar yang mencoba membuang sampah di TPA Rawa Kucing, Kota Tangerang. ''Bukan saya sendiri yang akan membakar, pokoknya ada yang akan membakar truk luar yang berani buang sampah di sini,'' katanya. Dadang menceritakan peristiwa Desember 2001, ketika 21 truk pengangkut sampah dari DKI mencoba membuang sampah di TPA Rawa Kucing secara diam-diam. Warga dan petugas TPA Rawa Kucing akhirnya mengusir mereka, dan dengan pengawalan polisi 21 truk tersebut pulang ke Jakarta. Sejak saat itu, menurut Dadang, Pemprov DKI Jakarta tidak lagi berani mencoba untuk membuang sampah di Kota Tangerang. ''Hingga sekarang belum pernah ada permintaan dari DKI untuk membuang sampah di Tangerang,'' kata Dadang. Jangankan menerima sampah dari luar, lanjut Dadang, sampah sendiri saja dihemat-hemat agar tidak terlalu numpuk. Menurutnya, sampah di Tangerang diusahakan bisa menyusut baik akibat pembakaran maupun diambil para pemulung. ''Mereka itu mitra kami,'' kata Dadang. Menurut Dadang, warga sekitar belum pernah mengeluhkan TPA. Mereka banyak yang menjadi pemulung dan petugas di TPA. ''Dari tukang parkir, keamanan, bahkan operator alat berat,'' kata Dadang. TPA Rawa kucing juga membuat fasilitas air bersih yang bisa dibeli warga. Menurutnya pernah ada LSM yang meminta agar TPA ini ditutup, tapi akhirnya rumah ketua LSM tersebut didemo para pemulung. Kota Tangerang memiliki TPA Rawa Kucing yang terletak di Kelurahan Kedawung Wetan, Kecamatan Neglasari, dengan luas 8,5 hektare. Selain itu, Pemkot Tangerang juga memiliki lahan seluas 10 hektar di Jatiwaringin Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Lahan tersebut bersebelahan dengan TPA milik Pemkab Tangerang. Namun menurut Widi, kepala Pengolahan Data Kasubdin Kebersihan Kota Tangerang, TPA di Jatiwaringin milik Pemkot Tangerang belum difungsikan. ''Sementara ini TPA Rawa Kucing masih mencukupi,'' kata Widi Pemulung di TPA Rawa Kucing merasa keberatan bila sampah dari DKI dibuang ke tempat itu. ''Takut TPA cepat penuh lalu ditutup, kita tak bisa mencari sampah lagi,'' kata Muja, warga Kedawung Wetan yang menjadi pemulung. Muja mengaku ikut menghadang truk-truk DKI pada peristiwa Desember 2001 itu. Saat itu, menurutnya ada 500 pemulung yang ikut menghadang. Secara terpisah Kasubdin Penanggulangan Sampah Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang, Triwanto P, menceritakan tentang rencana sebuah LSM bernama Gema Palu untuk mengolah sampah DKI Jakarta di Sepatan, Kabupaten Tangerang, sekitar empat bulan lalu. ''Mereka ingin menjadi pahlawan dengan membuat TPA di bekas galian pasir,'' kata Triwanto. Lahan yang dibutuhkan tidak tanggung-tanggung seluas 200 hektare. Bahkan, menurut Triwanto. LSM tersebut telah membawa tenaga ahli untuk meyakinkan Pemkab Tangerang. ''Tapi karena tidak jelas konsep pengolahannya, rencana itu kami tolak,'' kata Triwanto. LSM tersebut memberi contoh konsep pengolahan sampah di Guang Zhou, China. ''Memberi contoh yang tidak bisa kami lihat,'' kata Triwanto. Menurut Triwanto, pada tahun 1992 Pemprov DKI telah membeli lahan di desa Ciangir, Legok. Menurut rencana lahan ini untuk TPA sampah DKI seluas 100 hektar. ''Namun yang dibeli sekitar 95 hektare,'' ujar Triwanto. Calon TPA itu sudah ditembok keliling dan jalan akses menuju tempat itu sudah dibeton. Tapi menurut Triwanto, izin mendirikan bangunan (IMB) pendirian tembok dan pembetonan jalan terpisah. ''Seharusnya satu paket dengan TPA. Triwanto menduga hal ini disengaja untuk mengecoh warga sekitar. Calon TPA di Ciangir ini hingga sekarang belum difungsikan karena warga masih menolak dan telah menyalahi tata ruang. ''Perda Rencana Umum tata Ruang (RUTR) keburu ganti, sudah lima tahun lebih,'' kata Triwanto. Rapat pembahasan TPA Ciangir terakhir kali diadakan setahun lalu dan masih ditolak. Laporan : c21 Post Date : 25 November 2004 |