|
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) mungkin bukan hal mustahil. Namun di Sulsel, sepertinya belum ada yang mau mengambil risiko untuk mewujudkan keinginan yang barangkali lebih pantas disebut mimpi. Tapi sekali lagi, di Curitiba taman-taman kota dulunya bekas tumpukan sampah yang menggunung. MEMBUAT taman yang berestetika tinggi di bekas tempat pembuangan sampah akhir (TPA) mungkin bukan hal mustahil. Namun di Sulsel, sepertinya belum ada yang mau mengambil risiko untuk mewujudkan keinginan yang barangkali lebih pantas disebut mimpi. Tapi sekali lagi, di Curitiba taman-taman kota dulunya bekas tumpukan sampah yang menggunung. DI Curitiba, sampah memang nyaris mendapatkan perhatian yang sangat besar dari masyarakat. Mungkin ini kota yang menjadikan sampah sebagai barang barteran dengan makanan atau barang berharga lainnya. Semakin berat sampah yang disetor, maka makin banyak pula bahan makanan yang diperoleh. Bahkan gunung sampah pun disulapnya menjadi taman yang sangat indah. Bagi para pengunjung, termasuk tim Mamminasata, tidak akan pernah berpikir bahwa tempat tersebut sebelumnya merupakan tempat pembuangan akhir, mirip TPA di Antang kalau di Kota Makassar. "Memang butuh waktu lama untuk mewujudkan hal itu. Katanya, bukit tersebut baru bisa seindah sekarang setelah sekitar 30 tahun kemudian. Tapi kan bukan hal yang sulit jika kita terapkan di wilayah Mamminasata," ungkap Rahmansyah, Wakil Ketua DPRD Gowa yang bergabung dalam tim studi studing ke Brazil beberapa waktu lalu. Selain bukit itu, Curitiba juga memiliki taman indah lain. Salah satu di antaranya, kawasan yang disebut Flower Street (Jalan Kembang). Jalan yang didominasi bunga-bunga itu dirancang khusus untuk digunakan pejalan kaki dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum. Kendaraan tidak diperbolehkan masuk ke kawasan tersebut. Dengan demikian kawasan itu betul-betul terbebas dari polusi. Tim studi juga sempat mengunjungi kawasan bernama Green Park dan Botanial Garden. Dua kawasan itu dirancang khusus sebagai taman hijau dan kebun tanaman di tengah kota. Selain berfungsi sebagai paru-paru kota, juga sebagai objek wisata bagi warga. Yang mengejutkan, pemerintah setempat mengungkapkan mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk mewujudkan tempat-tempat berwawasan lingkungan itu. "Kreativitas tidak dinilai dari kemampuan merealisasikan sebuah kegiatan atau program sesuai dengan jumlah anggaran yang tercantum dalam program pembangunan. Tapi kreativitas adalah kemampuan kita menyelesaikan sebuah kegiatan dengan meminimalkan anggaran, namun dengan hasil yang maksimal," ujar Rahmansyah mengutip pernyataan mantan Walikota Curitiba, Mr James Lamer. Bukan itu saja. Program pemerintahan Curitiba yang patut menjadi referensi pengembangan Mamminasata adalah pelayanan satu atapnya. Menurut Rahmansyah, masyarakat Curitiba tidak perlu repot-repot mengurus KTP, SIM, atau pembayaran pajak di kantor-kantor pemerintahan. Semua bentuk pelayanan publik telah disediakan di tempat-tempat umum, seperti terminal dan tempat kedatangan publik lainnya dari dalam dan luar kota. Dengan demikian, masyarakat yang menginginkan pelayanan, misalnya pembuatan KTP, SIM, pembayaran berbagai rekening, pajak kendaraan, dan lainnya dapat dilakukan di terminal. "Banyak hal yang patut kita contoh dari sana. Kunjungan ini memberikan kita pemahaman bahwa membuat rencana tidak perlu melalui proses perdebatan atau diskusi yang panjang. Lebih cepat dikerjakan, maka lebih baik," tandas Rahmasnyah. Post Date : 16 September 2005 |