Tak Pernah Belajar dari Pengalaman

Sumber:Pikiran Rakyat - 09 September 2006
Kategori:Sampah Jakarta
BANDUNG, (PR). Longsornya sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Kota Bekasi merupakan peristiwa yang memalukan. Sebab, kejadian itu bukan yang pertama kali dan sudah sering terjadi. "Ini menunjukkan pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman dan selalu jatuh di 'lubang' yang sama," kata Sobirin, salah seorang pakar lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Jumat (8/9).

Sobirin yang dihubungi "PR", Jumat (8/9) malam, mengatakan, Februari 2005, longsor sampah di TPA Leuwigajah sangat menggemparkan, karena memakan banyak korban. Satu bulan berikutnya, longsor sampah terjadi lagi di Lembang Kabupaten Bandung dan memakan dua korban jiwa. "Peristiwa Leuwigajah saja sudah cukup membuat malu Indonesia di mata dunia. Kok, hal yang sama terjadi lagi," kata Sobirin.

Apalagi musibah di Bekasi kemarin, terjadinya saat kemarau bukan di musim hujan. Berarti ada yang salah dari sisi teknik pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang," katanya. Kesalahan tersebut, menurut Sobirin menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

Seharusnya, menurut Sobirin, Pemprov DKI, Pemkot Bekasi, termasuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Jabar secara rutin dan terus-menerus mengecek kondisi sampah dan TPA itu. Sebab, begitu terjadi musibah, bisa memengaruhi juga kredibilitas Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan dan muncul pertanyaan sejauh mana BPLHD Jabar melakukan pengecekan rutin terhadap TPA yang ada di Jawa Barat.

"Dalam manajemen pengelolaan sampah, terdiri dari tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan kontrol. Yang kurang dilakukan oleh pemerintah kita adalah proses kontrol ini," tuturnya. Ia mengatakan, sebaiknya masyarakat juga dilibatkan sejak dalam perencanaan. Sebab, sebagus apa pun konsep maupun sistem pengelolaan sampah, jika tidak melibatkan masyarakat dan sosialisasi kurang, akibatnya gagal seperti TPA Bojong Kab. Bogor.

Menurut dia, TPA Bojong konsepnya bagus. Tapi masyarakat tidak bisa menerima karena pemerintah tidak terbuka saat dalam perencanaan. Akhirnya, projek yang didanai besar itu, tidak jalan. "Memang mengelola sampah ini seyogianya dari awal harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan rakyat," kata Sobirin.

Tanahnya stabil

Menanggapi masalah yang sama, Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri, mengatakan, penyebab longsornya TPA tersebut bukan karena kondisi tanah yang tidak stabil. "TPA ini telah dipakai sejak tahun 90-an dan tidak pernah terjadi longsor. Kalau sekarang longsor, bukan tanahnya yang tidak stabil. Tapi perlu diperiksa bagaimana tumpukan sampahnya," tutur Enri, Jumat (8/9).

Dia menilai, TPA Bantar Gebang yang selama bertahun-tahun tidak bermasalah menandakan tanahnya stabil. Apalagi, saat ini sedang tidak musim hujan. "Jadi tidak mungkin longsor hanya karena tanahnya yang tidak stabil, kalau tidak ada air yang mengikis," katanya.

Semakin tinggi sampah yang ditimbun, mengakibatkan kestabilan tumpukan sampah terganggu. Hal inilah, lanjut Enri, yang menyebabkan tumpukan sampah tersebut longsor. Pemilihan TPA Bantar Gebang, menurut Enri, telah dilakukan berdasarkan pemikiran dan rencana yang matang. "Di desain pasti sudah mendekati standar, tapi pada operasinya bisa saja meleset dari yang seharusnya," ujarnya.

Karena jumlah tumpukan sampah mulai tidak diperhatikan lagi, kemungkinan kondisi tumpukan sampah tersebut menjadi terjal dan terlalu tinggi. Akibatnya, tidak dapat bertahan dan longsor. Enri tidak menyalahkan teknik sanitary landfill. "Tapi menumpuk sampah, jangan sekadar menumpuk. Semakin tinggi tumpukannya, semakin rawan jatuh," ujarnya.

Terlebih lagi, untuk mempraktikkan teknik baru dalam pengolahan sampah memerlukan biaya besar. "Sementara, orang-orang maunya semua serbacepat. Teknik pengolahan sampah, selain mahal, juga membutuhkan waktu, tidak begitu saja jadi," tuturnya. Kendala dana dan keinginan sebagian besar masyarakat untuk segera mungkin membuang sampah membuat teknik sanitary landfill dirasa sebagai salah satu cara tercepat untuk "menghilangkan" sampah dari kota. (A-155/A-154)

Post Date : 09 September 2006