|
Jakarta, Kompas - Badan Regulator Perusahaan Air Minum DKI Jakarta harus berinisiatif menawarkan solusi persoalan air bersih. Badan Regulator sejauh ini belum menunjukkan peran aktifnya dalam hal itu. Sejumlah persoalan yang harusnya disikapi Badan Regulator antara lain mengenai lemahnya ketahanan air bersih Ibu Kota. Sementara itu, perjanjian kerja sama dengan dua operator dinilai belum seimbang. ”Ada persoalan mendasar air bersih di Jakarta yang belum selesai. Kontrak kerja sama dengan operator yang belum seimbang dan kerentanan ketahanan air. Badan Regulator tidak boleh tinggal diam membiarkan persoalan itu berlarut-larut,” tutur anggota Dewan Sumber Daya Air DKI, Firdaus Ali, Rabu (5/12) di Jakarta. Perjanjian kerja sama dengan dua operator Palyja dan Aetra berlangsung selama 25 tahun sejak tahun 1998. Menurut Firdaus perjanjian itu cenderung menguntungkan operator. Sebab, operator memiliki kewenangan besar mengelola air bersih, sementara banyak kewajiban operator yang belum dapat dipenuhi kepada pelanggan. Kecelakaan sejarah Persoalan itu terjadi karena kecelakaan sejarah. Perjanjian kerja sama dilakukan sebelum Badan Regulator PAM terbentuk tahun 2001. Akibatnya, pengawasan terhadap perjanjian belum berjalan maksimal. Di sisi lain, posisi Perusahaan Daerah PAM Jaya seperti kebingungan mengambil inisiatif. PD PAM Jaya harus cepat memperbarui peta persoalan air bersih Jakarta. Kerentanan Jakarta terhadap air bersih adalah persoalan serius. Secara teknis dan politis, Jakarta saat ini nyaris bergantung 100 persen dari wilayah sekitarnya. ”Saya belum melihat inisiatif dari PD PAM Jaya menawarkan solusi persoalan air bersih di Jakarta,” kata Firdaus. Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibilities Head Palyja mengakui, saat ini sedang dilakukan proses negosiasi ulang kontrak kerja sama dengan PAM Jaya. Targetnya negosiasi ulang ini bisa tuntas akhir tahun 2012. Hal-hal yang menjadi pembahasan dalam negosiasi ulang antara lain menyangkut sumber air, master plan, dan sumber daya manusia. Belum memuaskan Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan, hingga akhir tahun 2012, pelayanan air bersih di Jakarta dinilai belum memuaskan. Untuk itu, YLKI mendorong Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengevaluasi kinerja instansi terkait pelayanan air bersih. Desakan yang sama pernah muncul pada Juli 2011. Bahkan waktu itu ada wacana Badan Pemeriksa Keuangan akan mengaudit keuangan keempat lembaga terkait layanan air bersih, yaitu PAM Jaya, Badan Regulator PAM, serta dua operator air bersih PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta (Kompas, 8 Juli 2011). Menurut Tulus, rencana mengaudit keempat lembaga pelayanan air bersih itu seharusnya dilanjutkan di era Jokowi. Audit BPK akan menjadi dasar untuk mengevaluasi kinerja PAM Jaya, BR PAM, ataupun kedua operator asing. Merunut sedikit latar belakang kehadiran Aetra dan Palyja di Jakarta. Keduanya hadir sebagai jawaban atas saran Bank Dunia. PAM Jaya melalui Kementerian Keuangan meminjam uang dari Bank Dunia untuk membangun instalasi pengolahan air (IPA) di Buaran dan Pulo Gadung karena sebelumnya PAM Jaya hanya mempunyai IPA di Pejompongan. Konsekuensi kerja sama itu, IPA diserahkan kepada swasta yang ditunjuk sebagai operator. Namun, operator juga memiliki tanggung jawab untuk membayar utang PAM Jaya kepada Kementerian Keuangan. Tahun 1998, pada awal kerja sama itu, utang PAM Jaya kepada Kemenkeu Rp 1,5 triliun dan sudah dicicil Rp 652 miliar dari uang pelanggan. Selain utang, yang menjadi beban tarif adalah imbalan bagi operator, biaya operasional PAM Jaya, pendapatan asli daerah untuk DKI Jakarta, dan biaya operasional Badan Regulator. Besarnya beban yang ditanggung dari tarif ini menuntut adanya penyesuaian tarif terus-menerus. Akan tetapi, meski tarif terus disesuaikan, YLKI mencatat, hingga kini, cakupan layanan air bersih hanya berkisar 50 persen dari total warga Jakarta. Selain itu, angka kebocoran juga masih tinggi. Kondisi yang kurang lebih sama, kata Tulus, terjadi semasa air bersih hanya dikelola PAM Jaya sendiri. ”Tidak ada perubahan fundamental pascakehadiran kedua operator. Jadi kenapa tidak diputus saja kerja samanya,” kata Tulus. (ndy/nel) Post Date : 06 Desember 2012 |