Tak Ada Bau Sampah di Tokyo

Sumber:Kompas - 13 Agustus 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Jangankan bau sampah, tumpukan sampah pun tidak terlihat di Tokyo. Hal serupa juga terjadi di seluruh Jepang. Padahal, setiap tahun negara ini memiliki sampah rumah dan perkantoran sebanyak 51,61 juta ton. Untuk ibu kota Tokyo saja, ada sampah sebesar 3,4 juta ton per tahun.

Tidak perlu heran karena Tokyo memiliki sistem pembuangan sampah yang tergolong paling canggih di dunia. Hal itu dimulai dari kesadaran rakyat dan juga pemerintah yang memberi perhatian besar. Tong sampah ada di mana-mana dan dipisahkan antara sampah rokok dan lainnya. Ada juga pekerja yang memerhatikan sampah itu setiap jam.

Hal yang lebih mengherankan adalah sistem pembuangan sampah yang sudah ditata baik dan telah pula tertancap di benak masyarakat. Misalnya, dari rumah sudah dipisahkan jenis sampah untuk dibakar. Dalam sepekan ada empat waktu untuk pemungutan sampah.

Di awal pekan ada waktu pengambilan sampah seperti koran, majalah, dan sejenisnya serta botol-botol. Lalu hari berikutnya ada pemungutan sampah seperti sepatu bekas, mainan anak-anak, gantungan kain, gelas, dan lainnya. Hari berikutnya pengumpulan sampah makanan, seperti sayur dan ikan. Di akhir pekan ada pengumpulan sampah yang khusus berupa mebel, kursi, kasur, dan alat-alat elektronik seperti televisi.

Hukuman pada rakyat yang tidak memisahkan sampah adalah sampah itu tidak diambil dari rumahnya. Jika ini terjadi, tetangga akan menjadi musuh. "Namun, hal seperti itu hampir tak pernah terjadi," kata Miyo Furusawa, seorang warga Tokyo, yang bekerja sebagai pemandu wisata, terutama dari Indonesia.

Setelah sampah dikumpulkan, petugas memilah-milah lagi sampah yang bisa didaur ulang, yang bisa diolah kembali, dan sampah yang bisa langsung dibakar.

Seperti perkantoran

Untuk sampah yang siap dibakar, prosesnya mencengangkan. Salah satu contoh adalah lokasi pembakaran sampah di Ariake, persis terletak di Teluk Tokyo yang sudah direklamasi. Di Ariake ini sampah tak terlihat menumpuk, bahkan gedungnya mirip perkantoran modern.

Di Ariake, berdiri tahun 1994, sampah yang harus dibakar dimasukkan ke sebuah gedung, yang di dalamnya disekat lagi agar tidak menimbulkan bau. Proses pembakaran pun tidak sembarangan. Sampah dipisahkan dulu dari udara dan air agar sampah kering dan siap dibakar. Udara yang dipisahkan diberi deodoran agar tak bau saat melayang ke udara.

Kemudian sampah dibakar setelah dimasukkan ke sebuah tabung besar. Dengan panas yang mencapai 900 derajat Celsius, sampah langsung membara. Suhu tinggi pembakaran ini langsung menghancurkan plastik yang terikut di dalam sampah agar tak memunculkan buangan dioksin.

Panas yang keluar dari tungku pembakaran digunakan menggerakkan turbin. Hasilnya adalah tenaga listrik sebesar 5.600 kilowatt yang dipakai sendiri dan sisanya dijual.

Saat sampah dibakar, juga keluar buangan berupa hydrogen chloride (HC), sulfur oxide, nitrogen oxide (NO), dan debu. Namun, buangan ini difilter lagi. Untuk menetralisasi HC, diberi bahan kimia caustic soda dan solusi amonia disemprotkan untuk menetralisasi NO.

Setelah itu uap buangan dari pembakaran dibuang ke udara lewat cerobong setinggi 142 meter dalam keadaan yang sudah bersih. Keamanan lingkungan pembakaran juga diaudit pihak luar dan tidak ada keluhan soal pencemaran lingkungan.

Menurut Kazima, petugas di Ariake, biaya pembakaran ditanggung pemerintahan kecamatan Ariake. Hal serupa juga ada di 22 lokasi lain yang dibiayai tiap pemerintahan kecamatan di Tokyo.

Kazima mengatakan, biaya pendirian kompleks pabrik dan semua fasilitas di dalamnya sekitar 60 miliar yen. Dengan kurs sekitar Rp 75 per yen, biayanya sekitar Rp 4,5 triliun. Ini hanyalah untuk pembakaran di Ariake dengan kapasitas pembakaran sebanyak 400 ton per hari. Ini hanyalah untuk biaya sistem pembakaran sampah di Ariake dan itu pun pada tahun 1994. Dengan uang sekarang, nilai investasinya pasti lebih mahal lagi.

Menurut Kojima Keizo, Kepala Pabrik Pengolahan Sampah Ariake, teknologi pembakaran didatangkan dari Jerman dan dikembangkan oleh Mitsubishi Heavy Industries Ltd dan Yokohama Dockyard & Machinery Work.

Mungkin ini bisa dilakukan oleh Jepang karena kaya. Namun, siapa berani bilang bahwa Indonesia tidak kaya? Setidaknya, kita punya pejabat korup yang amat sangat kaya-raya. (MON)



Post Date : 13 Agustus 2007