|
BOYOLALI (SINDO) Wacana swastanisasi air di Boyolali dinilai mengancam kesejahteraan warga. Masyarakat diminta berhati- hati terhadap rencana swastanisasi pengelolaan sumber air. Privatisasi dinilai bakal mengubah pelayanan kepada publik menjadi penjualan kepada konsumen. Alif Basuki dari Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Surakarta mengatakan, di tangan sektor swasta pengelolaan dan penyediaan air adalah bisnis dan setiap warga adalah konsumen. Pengelolaan swasta mengandaikan bahwa setiap warga membutuhkan air tetapi tidak mengakui setiap warga berhak atas layanan air. Dengan privatisasi atau swastanisasi ini maka pengelola swasta memiliki posisi yang lebih kuat terhadap konsumen. Karena harus membeli dengan harga mahal, maka kesejahteraan warga pun terancam, katanya pekan lalu. Karena bertujuan meraup keuntungan, jelas dia, pengelola swasta lebih mengutamakan aspek efisiensi ekonomis dalam pengambilan keputusan. Penentuan tarif yang tinggi adalah cerminan keputusan tersebut. Demikian pula, investasi tidak mungkin dilakukan bila memiliki risiko tinggi. Sehingga pihak swasta tentu akan berpikir dua kali berinvestasi membangun sarana air bersih di daerah yang secara ekonomis masyarakatnya tidak mampu membayar tarif yang di-berlakukan. Sementara itu Bupati Boyolali Sri Moeljanto menjelaskan, pasokan sumber air bersih di Boyolali semakin berkurang. Penyebabnya, kerusakan daerah aliran sungai. Selain itu, sedimentasi sungai semakin tinggi akibat pembukaan hutan di lereng Merapi- Merbabu serta hutan- hutan jati di wilayah Boyolali utara. Hal lain yang menyebabkan sumber air di Boyolali berkurang, lanjut bupati, berkembangnya kegiatan industri dan pertambahan penduduk yang memerlukan pasokan air dalam jumlah besar. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu, harus dilakukan dengan pengeboran sumur dalam yang pembuataanya tidak terencana. Akibatnya, debit mata air bawah tanah pun menurun. Contoh nyata adalah matinya salah satu sumber air di Nepen, Teras, ujar Moeljanto. Moeljanto mengatakan, Pemkab melalui Bappeda bekerjasama dengan LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup akan melakukan ke-giatan konservasi sumber daya air, khususnya di lereng Merapi - Merbabu.Kegiatan dilakukan secara fisik dengan penanaman pohon, juga dengan sosialisasi kepada warga untuk menjaga sumber mata air yang ada melalui metode tepat guna, katanya. Senada,Dr Sajidan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) menjelaskan, ketersediaan air tanah cenderung berkurang. Pihaknya mengingatkan perlunya pengendalian pembangunan secara dini dengan memperbatikan siklus mata rantai air tanah. Dari jumlah air tanah sebanyak 2,5% yang bisa dimanfaatkan dengan biaya rendah hanya sekitar 1% saja. Ini perlu dipahami karena mendapatkan air berkualitas semakin mahal,tandasnya.(angga rosa) Post Date : 26 Maret 2007 |