Jakarta, Kompas - Produksi sampah DKI Jakarta diperkirakan 9.200 ton per hari pada 2030. Meningkatnya jumlah sampah yang cukup besar, yakni 5 persen per tahun, membuat Dinas Kebersihan DKI Jakarta menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta.
”Saat ini, sebagian pengelolaan telah diserahkan kepada swasta. Posisinya 60 persen dikelola pemerintah, sisanya dikelola swasta. Ke depan, seluruh pengelolaan dilakukan swasta, sedangkan pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator,” kata Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuno, pekan lalu.
Pengelolaan sampah diserahkan kepada masyarakat karena pemerintah tidak mampu mengangkut semua sampah yang ada di masyarakat. Ketidakmampuan itu disebabkan banyak hal. Di antaranya, keterbatasan sumber daya manusia, kondisi armada yang buruk, dan imbauan untuk memisahkan sampah sejak dari rumah masih belum berjalan.
Rata-rata volume sampah Jakarta 6.594,7 ton per hari. Tahun 2010 timbunan sampah Jakarta mencapai 6.139,3 ton per hari. Sampah yang tertangani 6.042,3 ton per hari (92,3 persen). Dari jumlah itu, sumber sampah terbesar berasal dari rumah tangga (59 persen). Adapun komposisi sampah organik sebesar 55,37 persen dan anorganik 44,63 persen.
Masih adanya sampah yang tidak terangkut disebabkan jumlah armada pengangkut sampah yang menurun selama lima tahun terakhir. Di samping itu, kondisi lalu lintas yang kerap macet mengurangi ritasi armada mengangkut sampah ke tempat pembuangan akhir.
Menumpuknya sampah ini tentu sering menimbulkan protes dari warga. Seperti protes akan keberadaan tempat penampungan sementara (TPS). Mereka enggan jika lingkungannya menjadi bau, kotor, dan tidak sehat.
Eko mengakui, armada angkutan sampah banyak yang tidak laik jalan. Dari 841 unit pengangkut sampah, kini tinggal 700 unit yang masih bisa beroperasi. Dari 700 unit itu, yang tidak laik jalan mencapai 40 persen.
”Sejak 2008, DKI memang tidak lagi melakukan pengadaan armada kebersihan karena biaya pengadaan, perawatan, bensin, SDM jadi terlalu mahal. Lebih baik diserahkan kepada swasta,” ujar Eko.
Belum jelas
Kelanjutan rencana kerja sama pengolahan sampah antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Tangerang di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Ciangir, Legok, Kabupaten Tangerang, hingga saat ini tidak jelas.
Penandatanganan kesepahaman kerja yang sudah terlaksana di tahun 2009 atas megaproyek pengelolaan sekitar 2.500 ton sampah dari DKI Jakarta dan Tangerang itu tidak jelas.
”Untuk sementara, kerja sama itu dibatalkan dulu karena masih banyak kendala, terutama infrastruktur dan belum ada kejelasan teknologi. Jika akan dilanjutkan, harus ada kerja sama yang baru,” kata Wakil Bupati Tangerang Rano Karno.
Lokasi pembuangan sampah di Desa Ciangir ini merupakan lahan milik Pemprov DKI Jakarta. Lahan seluas 98 hektar telah dibebaskan Pemprov DKI Jakarta sejak 1993 sampai 1997. Sebanyak 50 hektar di antaranya akan dibangun tempat pengolahan sampah dengan teknologi pemanfaatan gas (aerobic geyser) dan pupuk kompos (anaerobic composting).
Pengelolaan sampah di Kota Depok, Jawa Barat, juga masih memunculkan banyak persoalan. Sebagian unit pengolahan sampah mendapat penolakan warga. Sampah yang dikelola pun belum bisa dimanfaatkan.
Produksi sampah Kota Bogor per hari mencapai 3.350 meter kubik. Dinas kebersihan dan pertamanan kota itu baru mampu melayani atau mengangkut 70 persen dari jumlah tersebut.(NEL/GAL/PIN/NDY/MDN/BRO/FRO/ART/RTS/ARN)
Post Date : 07 Februari 2011
|