SURAKARTA - Pemerintah Kota Surakarta mengembangkan pengolahan sampah lewat usaha kecil-menengah (UKM). "Persoalan sampah sudah mendesak untuk segera diselesaikan. Karena itu, kami mengembangkan pengolahan sampah yang dikelola masyarakat," Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Surakarta Anung Indro Susanto menjelaskan kepada Tempo kemarin.
Pembentukan UKM pengolahan sampah ini mendapat perhatian serius dari pemerintah kota karena masalah sampah sudah menjadi masalah sosial. Terutama setelah tempat penampungan akhir (TPA) sampah Putri Cempo sudah tidak mampu lagi menampung sampah dari masyarakat.
Anung mengatakan di empat kecamatan akan dibentuk UKM yang bergerak di bidang pengolahan sampah. Dengan begitu, volume sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo bisa dikurangi. "Sembari kami mengusahakan pengolahan sampah di Putri Cempo secara menyeluruh," katanya. Setiap hari penduduk Surakarta menghasilkan 225 ton sampah rumah tangga.
Selain mengurangi tumpukan sampah, pengolahan sampah membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Terutama karena sampah nonorganik seperti plastik dapat diolah menjadi bijih plastik dan berbagai bentuk kerajinan yang dapat dijual. "Selain ikut membuat lingkungan menjadi lebih bersih, bisa menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat yang terlibat," ujarnya.
Sebagai langkah awal, akan dibentuk empat kelompok yang masing-masing terdiri atas lima orang. Mereka akan dilatih selama enam bulan di Solo Techno Park. Peserta pelatihan juga akan didampingi untuk membuat alat atau mesin produksi pengolah sampah. "Setelah selesai pelatihan, alat atau mesin tersebut dihibahkan kepada peserta pelatihan," kata Yohannes Agung, staf program inkubasi bisnis Solo Techno Park.
Selain diajari cara membuat alat, peserta akan diajari cara melakukan riset terhadap bermacam-macam model pengolahan sampah dan cara memasarkan hasil olahan sampahnya. "Kami berharap, seusai pelatihan, mereka bisa langsung berproduksi secara mandiri," ujarnya.
Sementara itu, satu kelompok akan berfokus pada pembuatan zat warna alami untuk batik. Anung mengatakan pewarna alami memang sedang dikembangkan untuk produksi batik di Surakarta. "Karena ramah lingkungan dan bahan bakunya mudah didapat," katanya.
Untuk tahap awal, Anung baru akan membentuk UKM di tiap-tiap kecamatan. "Kami belum bisa bentuk di 51 kelurahan karena keterbatasan anggaran," katanya. Untuk program ini, disediakan anggaran sebesar Rp 500 juta. Ia berharap para peserta pelatihan dapat menjadi pelopor usaha bagi masyarakat sekitarnya. UKKY PRIMARTANTYO
Post Date : 24 Maret 2010
|