|
SURABAYA - Tak kurang dari 15 anak dibawa ke RSD dr Mohamad Soewandhie karena diare kemarin. "Kondisi anak-anak memang lebih rentan dibanding orang dewasa. Mereka mudah dehidrasi," kata Direktur RSD dr Mohamad Soewandhie, dr Ellyma Yoga Wijayahadi MKes. Jumlah itu tergolong tinggi. Sebab, biasanya rata-rata hanya 4 - 5 pasien per hari. "Ya, memang meningkat dibanding hari-hari biasanya," lanjut dr Ellyma. Sekarang rata-rata 10 pasien baru dirawat akibat diare. Sejak 1 Oktober lalu, jumlah pasien diare yang dirawat di RSD dr Mohammad Soewandhie sekitar 71 orang. 62 pasien di antaranya anak-anak. Bisa jadi penderita diare bulan ini bakal meningkat dibanding bulan lalu. Sebab, selama September lalu pasien diare tercatat "hanya" 88 orang. Terdiri atas 17 pasien dewasa dan 71 pasien anak-anak. "Kami berharap pasien diare tak lagi membeludak," ucapnya. Jika ditotal sejak Januari tahun ini, tercatat 1.170 pasien diare yang telah dirawat di RSD Mohammad Soewandhie (lihat tabel, Red). Dari angka tersebut, 223 orang dewasa, 947 anak-anak. "Bila diprosentase, 80 persen pasien diare yang dirawat disini (RSD Mohammad Soewandhie, Red.) dari kalangan anak-anak," lanjut Ellyma. Peningkatan jumlah pasien diare itu juga terjadi di RSU dr Soetomo. Biasanya, pasien anak-anak yang berobat karena diare di IRD hanya 4 - 5 orang per hari. Tapi, mulai awal minggu ini, ada peningkatan yang cukup signifikan, 7 - 8 pasien per hari. Begitu juga, pasien diare anak-anak yang dirawat di Instalasi Rawat Inap (Irna) Anak. Selama Oktober, tercatat 50 anak yang dirawat di Irna Anak. "Kami telah mengantisipasi pasien diare," kata Prof Dr dr Soegeng Soegijanto DTM&H SpAK, dokter spesialis anak di RSU dr Soetomo. Antara lain, stok infus cukup. Demikian juga jika terjadi "banjir" pasien, Irna Anak sudah menyiapkan tambahan tempat tidur dan peralatan lain. Menurut Soegeng, fenomena peningkatan pasien diare ini memang harus diwaspadai. Sebab, ada kemungkinan angka penderitanya terus meningkat. Apalagi saat pergantian musim dari kemarau ke hujan. Atau sebaliknya. "Bila masyarakat tak waspada dan hati-hati, kemungkinan tersebut dapat terjadi," tambahnya. "Ini yang membahayakan," lanjutnya. Lebih lanjut Soegeng menjelaskan, peningkatan jumlah pasien diare itu karena masyarakat kurang sadar tentang pentingnya kebersihan diri dan lingkungan. Misalnya, enggan mencuci tangan sebelum makan atau membeli makanan yang tidak berbungkus. "Tindakan sepele seperti itu seringkali dilanggar atau tidak dilaksanakan," jelasnya. Kepadatan lingkungan, tambah Soegeng, juga membuat masyarakat kurang memperhatikan sanitasi sehingga kumuh. "Ini yang memungkinkan banyak munculnya penyakit, tak terkecuali wabah diare," imbuh guru besar FK Unair itu. (ai) Post Date : 18 Oktober 2005 |