|
Surabaya, Kompas - Hujan deras yang mengguyur Surabaya dan Kota Malang, Jawa Timur, Jumat malam dan Sabtu (13/12), menyebabkan dua kota itu terendam banjir. Banjir di Surabaya mengakibatkan beberapa perjalanan kereta api tertahan, sedangkan di Malang banjir yang menerjang membuat lalu lintas macet. Banjir di Surabaya merendam lintasan rel kereta api (KA) dari Stasiun Kandangan Benowo di Kilometer (Km) 217+500 hingga Km 218+300. Akibatnya, KA Argo Bromo Anggrek, Sembrani, dan Gumarang dari Jakarta dengan tujuan Surabaya tertahan dan harus berputar ke jalur selatan melalui Solo. KA tidak dapat melewati lintasan karena rel menggantung setelah air menggerus batu balas hingga ambles. Menurut penjaga lintasan KA, Imam Rivai, air merendam rel sejak Jumat pukul 18.00 dan surut pukul 23.00. Kepala Humas PT KA Daerah Operasi VIII Sugeng Priyono mengatakan, dari 800 meter rel yang terendam, sekitar 200 meter di antaranya menggantung. ”Dalam kondisi ini tidak mungkin kereta melintas sehingga kereta kami putar lewat Solo,” ujarnya di Surabaya, Sabtu. KA Gumarang yang bertolak Jumat dari Jakarta pukul 17.30 diputar lewat Solo, Jawa Tengah, sehingga lama perjalanan yang seharusnya 12 jam molor menjadi 15 jam. Begitu pula KA Sembrani tujuan Surabaya yang berangkat pukul 19.00 dari Jakarta. KA Argo Bromo Anggrek yang berangkat dari Jakarta pukul 08.00 diberhentikan di Stasiun Lamongan. Sekitar 350 penumpang diangkut menggunakan tujuh armada bus hingga ke Surabaya. ”Kami harus bertanggung jawab mengantar penumpang sampai tujuan,” ujar Sugeng. Hal sama berlaku bagi penumpang Argo Bromo Anggrek tujuan Jakarta yang berangkat dari Surabaya pukul 20.00. Penumpang diangkut menggunakan bus dari Pasar Turi Surabaya ke Lamongan, lalu melanjutkan perjalanan dengan KA. Sabtu kemarin, para pekerja selesai menyangga rel dengan baja, sambil menunggu pengiriman batu balas. KA Argo Bromo Anggrek tujuan Jakarta yang berangkat dari Surabaya Sabtu pukul 08.00 dapat melewati rel yang sempat menggantung itu. ”Rel sudah bisa dilintasi meski kecepatan kereta yang biasanya 70 kilometer per jam kami minta menjadi sekitar 5 kilometer per jam,” ujar Sugeng. Air yang sempat menggenangi jalanan dan permukiman warga pada Sabtu sudah surut. Namun, Kelurahan Sememi Rejo Asri yang terletak sekitar 500 meter dari lintasan KA justru terendam. Salah satunya RT 04 yang didiami 30 keluarga. Sekretaris RT 04, Edy Prayitno, menyebutkan, rumahnya sempat terendam setinggi 1,5 meter. ”Jumat malam air setinggi leher, waktu pagi tinggal sepaha,” ujarnya. Hingga Sabtu siang, jalan-jalan di desa masih terendam setinggi dada orang dewasa. Mayoritas warga mengungsi sejak Jumat karena tidak ada tempat berlindung. ”Saya langsung mengungsi ke rumah ayah waktu lihat air setinggi leher. Semua perabotan hilang,” ujar Susi, warga yang tinggal bertiga dengan kakak dan iparnya itu. Banjir kemarin, kata Edy, merupakan yang terparah dialami warga sejak dua tahun lalu. Salah satu penyebabnya, belum ada gorong-gorong yang menggelontorkan air dari Kali Banyuurip. Ratusan rumah Di Kota Malang, ratusan rumah terendam banjir dan jalan-jalan tergenang air. Akibatnya, arus lalu lintas macet selama berjam-jam. Bahkan, banjir merenggut satu nyawa pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Hujan deras yang turun Sabtu pukul 13.00-18.00 menyebabkan sejumlah jalan, seperti Jalan Galunggung, Jalan Panderman, Jalan Bondowoso, Jalan Veteran, Jalan Sigura-Gura, Jalan Letjen Sutoyo, Jalan Ahmad Yani, Jalan Kawi, dan Jalan Raya Dieng terendam air. Bahkan, genangan air di Jalan Bondowoso mencapai dada orang dewasa. Rumah warga yang terendam air diperkirakan ratusan unit, di antaranya 32 rumah di Kelurahan Tulusrejo, 50-an rumah di Kelurahan Gadingkasri, serta belasan rumah, masing-masing di Jalan Bantaran, Jalan Letjen Sutoyo, dan Jalan Kawi. ”Banjir mulai terjadi sekitar pukul 14.00. Kala itu hujan cukup deras. Ini banjir besar pertama yang masuk ke rumah saya,” tutur Eni Wahyuni, warga yang rumahnya terendam air setinggi perut orang dewasa di RT 10 RW 2 Kelurahan Gadingkasri, Klojen. Menurut Bambang Mulyatno, warga Jalan Kedawung, banjir di wilayah tempat tinggalnya adalah peristiwa ketiga dalam bulan ini. Banjir kali ini yang terparah. Ketinggian air mencapai dua meter dari jalan atau satu meter di dalam rumah. Ketua RW V Kelurahan Tulusrejo, Jani Setiono, mengatakan, pada Sabtu malam disiapkan tenda-tenda darurat untuk tempat evakuasi warga yang rumahnya masih terendam air. ”Bantuan 10 kardus mi, gula, dan kopi dari berbagai pihak sudah masuk. Nanti akan segera dibagikan kepada warga,” ujar Bambang. Sekitar pukul 19.00, genangan air yang masuk rumah warga mulai surut. Warga terus berusaha menguras air yang menggenangi rumah mereka. Genangan air juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di Jalan Ahmad Yani, Kota Malang. Seorang laki-laki berusia sekitar 45 tahun yang sedang menuntun sepeda motornya yang mogok tertabrak mobil Kijang. Penabrak langsung kabur, membiarkan korban yang tewas di lokasi kejadian. Sekretaris Satkorlak Penanganan Bencana Kota Malang Sukirno mengatakan, pihaknya membuat posko-posko penanganan bencana di lokasi. Banjir di Kota Malang rutin terjadi setiap tahun. Banjir terjadi seiring terus berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH). Tahun 1994 RTH masih sekitar 7.160 hektar dari luas Kota Malang yang 11.005,7 hektar. Tahun 2000 jumlahnya 6.415 hektar dan 2002 tinggal 6.367 hektar. Sementara itu, seorang buruh tani bernama Karnoto (65) ditemukan tewas di Sungai Gede, Desa Denanyar, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu pukul 11.15. Karnoto tewas tenggelam karena tak mampu melawan pusaran arus air deras setelah terpeleset. Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, hujan deras selama dua hari menyebabkan atap dua ruang kelas SD Negeri 1 Karanggintung, Kecamatan Sumbang, ambruk, Jumat. Menurut Kepala SD Negeri 1 Karanggintung, Sohirun, 32 siswa kelas VI dan 20 siswa kelas V kini belajar di ruang kelas paralel milik kelas I dan II. Mereka tetap mengikuti proses belajar. (sin/dia/ink/dee/mdn) Post Date : 14 Desember 2008 |