|
BANDA ACEH --Di posko kesehatan mulai digalakkan imunisasi kolera. Kesulitan warga Banda Aceh dalam mendapatkan air bersih terus berkepanjangan. Air tanah yang ada, masih berwarna kuning, tidak terjamin bebas aneka bakteri. Banyak warga yang mencuci peralatan memasaknya dan juga pakaiannya di sungai yang beberapa waktu lalu telah dipenuhi sampah dan timbunan ribuan jenazah korban tsunami. Ditambah lagi cuaca di Banda Aceh kini banyak diwarnai hujan. Sampah dan lumpur yang menumpuk menjadi sarang lalat. Begitu datang terik matahari, giliran debu-debu mengepul ke udara, baik diterbangkan angin atau karena hilir-mudiknya kendaraan. Aneka penyakit, terutama kolera, kini mengepung pengungsi. Sampai kemarin memang pembagian air bersih yang dilakukan pasukan Australia masih berjalan. Sehari kemarin diperkirakan 1.000 jeriken (volume lima liter) air dibagi kepada pengungsi. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan para pengungsi. Akibatnya, ada pengungsi yang ikut antre tapi tidak kebagian. Salah satu di antara pengungsi yang tidak kebagian air bersih itu mengaku bernama Zen Mahmud. Mulanya dia terlihat sangat kesal karena sudah ikut antre tapi tidak berhasil mendapatkan air bersih. Tapi, akhirnya bisa menerima. Selain itu, upaya penyediaan air bersih juga dilakukan oleh Pertamina. Di masjid Universitas Syiahkuala, Pertamina tengah membuat sumur bor. Sementara di berapa tempat lain para relawan dari berbagai negara ikut pula sibuk membuat penampungan air bersih. Relawan dari Spanyol, misalnya, kemarin terlihat memperbaiki fasilitas suplai air minum milik PDAM Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sama dengan kualitas air yang dibagikan kesatuan tentara Australia, air minum yang mereka siapkan juga dapat langsung diminum. Dari Jakarta, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengirim dua unit alat pengolahan air minum untuk membantu pemenuhan air bersih bagi para pengungsi di Meulaboh, NAD. ''Alat ini menggunakan teknologi pemrosesan air minum dengan tiga kali proses penjernihan yang menjamin air steril dan tanpa bau,'' kata peneliti Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT, Arie Herlambang. Yang jadi soal, untuk mengaktifkan alat tersebut pihaknya harus menemukan sumber air tanah. Ketua Posko Kesehatan Pendopo Gubernur NAD, dr Zulkarnaen, menjelaskan bahwa penyediaan air bersih kini menjadi langkah prioritas. Untuk menjaga kualitas air, di kamp-kamp pengungsian kini digalakkan program 'kaporitisasi'. ''Para pengungsi memang harus dijaga dari merebaknya wabah kolera dan disentri,'' tuturnya. Dia mengungkapkan ada 38 titik pengungsian yang sudah tersentuh 'kaporitisasi'. Selain itu, di berbagai posko kesehatan kini juga mulai digalakkan imunisasi untuk mencegah kolera. Vaksin tidak disuntikkan, tapi diminum oleh pengungsi. Sebotol kecil vaksin kolera yang didatangkan khusus dari Swedia dicampur dalam segelas air yang diberi satu bungkus minuman penyegar dengan rasa jeruk. Setelah itu diaduk beberapa saat agar larut dalam air. Vaksin ini tidak bisa dibawa pulang untuk diracik sendiri, tapi harus diminum di tempat. Tak hanya pengungsi, relawan juga ikut dalam program imunisasi. ( uba ) Post Date : 13 Januari 2005 |