SUPLAI AIR TERGANGGU, KUBAH LAVA BARU 1,45 JUTA METER KUBIK; Pipa Air Umbul Bebeng Patah

Sumber:Kedaulatan Rakyat - 10 Mei 2006
Kategori:Air Minum
YOGYA (KR) - Pertumbuhan kubah lava baru yang bertengger di puncak Merapi terus berlangsung. Berdasarkan pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), ukuran kubah tersebut kemarin bertambah lagi menjadi 1,45 juta meter kubik. Karena bentuknya yang menyerupai tempurung kelapa, menyebabkan arah muntahan lava pijar tidak terkonsentrasi di satu arah.

Menurut Kepala BPPTK Dr Ratdomopurbo, volume muntahan lava pijar hingga kemarin masih pada kisaran 150 ribu meter kubik perhari. Bagi Merapi ini cukup tinggi, sebab biasanya tidak lebih dari 60 ribu meter kubik perhari ketika erupsi terjadi. Hingga kemarin status Merapi masih dipertahankan pada status siaga.

Kebetulan posisi kubah cukup bagus yakni berada di tengah sehingga masih cukup banyak ruang untuk melebarkan tubuhnya. Tapi dalam hari-hari ke depan ini semestinya kalau sudah melebar melampaui kubah-kubah lava yang lain maka akan terlihat guguran yang semakin merata ke segala arah, kata Ratdomopurbo kepada wartawan usai mengikuti rapat evaluasi kesiapsiagaan bencana Merapi di Kompleks Kepatihan yang dipimpin Wagub DIY Paku Alam IX, Selasa (9/5).

Sampai kemarin, lanjut Ratdomopurbo, kubah lava baru tersebut belum begitu mengganggu. Muntahan lava pijarnya masih juga ke tiga arah yakni tenggara yang mengisi pelataran Gendol, ke arah selatan tertahan kubah bekas letusan 1997 dan ke arah barat mengisi kawah mati bekas letusan 1998.

Berdasarkan catatan di BPPTK, gempa guguran yang terjadi sepanjang Senin (8/5) sebanyak 102 kali. Jumlah tersebut meningkat dari hari sebelumnya sebanyak 88 kali. Gempa guguran ini menunjukkan tingginya frekuensi guguran lava yang terjadi di puncak Merapi. Pada hari yang sama gempa multiphase (MP) tercatat 140 kali. Secara visual dari pos pengamatan Kaliurang terlihat morfologi kubah lava masih mengalami perubahan yang relatif cepat.

Dalam rapat evaluasi tersebut, Kepala Dinas Sosial DIY Drs A Riswanto melaporkan bantuan yang telah diserahkan berupa beras 12 ton, mie instan 390 dus, minyak goreng 420 liter, kecap 672 botol, sambal 672 botol dan sarden sebanyak 840 kaleng. Sedang bantuan peralatan berupa tenda peleton 9 unit, genset 9 unit, lampu sorot 9 unit, dapur umum lapangan 9 unit, tikar 150 lembar, teko 96 buah dan tempat nasi 96 buah.

Sementara itu, pengungsi yang terkena penyakit, masih terus terjadi. Menurut Kepala Desa Girikerto Soeharto BA, di barak pengungsian Desa Girikerto sejak hari kemarin anak-anak banyak yang terserang muntah-muntah dan diare. Sebelumnya, 4 orang pengungsi terdiri 3 lansia dan satu balita dirujuk dan dirawat di RSUD Murangan Sleman karena menderita sakit.

Sedang di barak pengungsian Desa Wonokerto, pengungsi umumnya mengalami infeksi saluran pernafasan (ispa), batuk, pilek, myalgia atau linu. Tidak ada yang mengalami diare maupun muntah-muntah. Menurut Suyadi, paramedis dari Kecamatan Turi yang bertugas di Wonokerto, kebersihan sangat diperhatikan oleh petugas.

Menurut dr Trisni Nur Andayani, umumnya Ispa memang bisa menular lewat udara. Sehingga langkah memisahkan pengungsi dewasa dan anak-anak cukup tepat. Batuk, pilek, badan panas bisa menjadi gejala awal dari ispa yang biasanya justru tidak disertai gejala sesak nafas.

Sementara itu jumlah warga Kaliurang yang mengungsi di barak-barak Desa Hargobinangun Pakem naik dari 944 jiwa menjadi 972 jiwa. Menurut Camat Pakem, Sukarno SH, pasokan logistik bagi pengungsi tersebut cukup baik. Namun masih kekurangan selimut dan sarung. Tadi saat dibagikan hanya ada 400-an sarung dan 30 selimut, akunya.

Padahal, di barak itu terdapat 16 bayi, 97 balita dan 208 anak-anak. Selain itu Sukarno juga mengeluhkan fasilitas air minum untuk pengungsi yang kurang memadai di barak-barak Desa Hargobinangun. Padahal air minum merupakan kebutuhan vital untuk menjaga stamina pengungsi dan petugas evakuasi.

Kesulitan pasokan air minum juga terjadi di Cangkringan. Setelah ditelusuri, ternyata pipa besar yang berada di Kalitengah Lor Glagaharjo Cangkringan terputus akibat tertimpa batu besar karena longsor. Pipa yang mengalirkan air dari Umbul Bebeng atau Goa Jepang patah, akibatnya tidak hanya suplai ke pengungsi saja terganggu, tetapi juga ribuan warga di wilayah Cangkringan, Sleman dan sebagian Klaten Jawa Tengah terancam kesulitan air.

Dari pantauan KR di lokasi, pipa berdiameter sekitar 30 cm bergeser dan kemungkinan patah setelah tertimpa bongkahan batu besar yang longsor dari tebing. Batu tersebut juga menutup sebagian aliran air, karena pipa air tepat berada di atas aliran Kali Bebeng. Akibatnya pipa bergeser dan beberapa penyangga yang terbuat dari besi lepas. Kerusakan pada pipa sendiri tidak terlihat, kemungkinan berada di bawah bongkahan batu. Lokasi pipa di Kali Bebeng menuju Goa Jepang sendiri cukup sulit dijangkau. Selain medannya yang licin wilayah tersebut cukup terpencil.

Menurut Sekretaris Desa Glagaharjo Agralno, selama ini dari 10 pedukuhan yang ada di Glagaharjo semuanya bergantung mata air yang ada di Kali Bebeng. Terputusnya aliran air diketahui terjadi sejak empat hari lalu atau hari Sabtu (6/5) ketika terjadi hujan lebat. Dua dukuh yang tinggal di pengungsian yaitu Kali Tengah Lor dan Kali Tengah Kidul sejak beberapa hari lalu mendapat pasokan air dari PDAM Sleman melalui pengiriman mobil tanki.

Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo mengatakan untuk warga yang tinggal di pengungsian tidak kesulitan air karena menggunakan sumber air dari Kali Kuning. Namun di pedukuhan Pelemsari aliran air berhenti total karena menggunakan sumber dari Kali Bebeng. Sementara di pedukuhan Pangguk sebagian warga ada yang menggunakan air dari sumber di Kali Kuning dan sebagian dari Kali Bebeng. (Tim KR)-f.

Post Date : 10 Mei 2006