|
MUSIM kemarau yang le bih panjang daripada biasanya telah membuat pasokan air baku untuk Jakarta dari Waduk Jati Luhur, Jawa Barat, berkurang. Biasanya suplai air dari Jati Luhur mencapai 16 ribu liter per detik. Namun, saat ini jumlah yang disuplai telah turun 5% dari biasanya. Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya, Sri Kaderi, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan petugas di Waduk Jati Luhur sebagai penyuplai air guna mempertahankan suplai air. “Kami terus berkoordinasi. Kami ingin suplai air di musim kemarau bisa stabil,“ kata Sri di Jakarta, kemarin. Pihaknya berharap agar suplai air bisa kembali normal pada tiga hari ke depan. Dengan begitu, suplai kepada pelanggan juga bisa tetap stabil. Hingga saat ini, belum ada laporan mengenai gangguan pasokan ke pelanggan. Namun jika pasokan air ke pelanggan terhenti, pihaknya telah menyediakan truk-truk tangki untuk menyuplai air. Setidaknya ada 46 truk tangki yang disediakan dengan rincian 33 truk milik Palyja, 11 truk milik Aetra, dan 2 truk milik PDAM Jaya. Dia berharap stabilnya pasokan air akan menambah jumlah pelanggan. Masyarakat yang masih menggunakan sumur bawah tanah diharapkan bisa berpindah ke perpipaan. Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Moh Tauchid Tjakra Amidjaja menuturkan, di Jakarta saat ini penggunaan air bawah tanah sudah berkurang. Masyarakat telah beralih ke perpipaan. “Perusahaan dan gedung-gedung tinggi sudah tidak menggunakan air bawah tanah lagi,“ ujarnya. Petambak terganggu Di Jakarta Utara, kekeringan ternya ta tidak hanya berdampak pada petani. Para petambak yang berada di pesisir Jakarta itu juga mengalami ke sulitan. Petani tambak udang dan ikan bandeng di Marunda, Cilincing, resah. Sebanyak 80% dari 86 hektare kolam tambak di kawasan Marunda mengalami kekeringan. Sebagian besar dari 54 tambak yang ada hanya berupa tanah kering. Kepala Pengelola Tambak Marunda Munin, 55, mengatakan para petambak mengalami kerugian pada kemarau kali ini. “Sampai enam bulan baru bisa panen, hasilnya jadi tidak normal. Ada yang sampai menyewa mesin diesel untuk menyedot air. Tapi itu mahal,” keluhnya. Biaya sewa mesin, lanjutnya, bisa mencapai Rp100 ribu sekali sewa. Sebagian besar petambak pun memilih pasrah melihat tambak mereka kekurangan air. Sutina, 53, pemilik empat kolam tambak, mengaku menderita kerugian hingga Rp20 juta dalam kurun waktu enam bulan yang biasanya menghasilkan tiga kali panen. “Sekarang semuanya gagal. Ikan bandeng, udang, banyak yang mati,” tandasnya. Pada umumnya, setiap kali panen ia mampu mendapatkan 1 ton ikan bandeng dengan omzet sekitar Rp15 juta dan 100 kilogram udang senilai Rp8 juta. Sementara itu, modal dan biaya pemeliharaan tambak mencapai Rp22 juta. Kepala Seksi Bidang Perikanan dan Kelautan Sudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara Sri Hariati mengatakan akan memantau kondisi di lapangan dalam waktu dekat. Ia pun akan mengusulkan anggaran bantuan mesin diesel untuk pengairan kepada Dinas Perikanan DKI Jakarta pada tahun depan. SELAMAT SARAGIH Post Date : 05 September 2012 |