|
Serang, Kompas - Akibat tidak ada sarana air bersih, ratusan warga di pantai utara Serang terpaksa menggali sungai kering untuk mendapatkan air. Meski dapat digunakan untuk keperluan mandi, mencuci, memasak, serta air minum, air hasil galian itu tidak layak dikonsumsi karena keruh dan berbau. Berdasarkan pantauan, Kamis (7/9), penggalian sungai maupun saluran irigasi dilakukan di sejumlah desa di Kecamatan Kasemen dan Pontang, Kabupaten Serang. Sumur-sumur kecil berdiameter kurang dari 1 meter berjajar di sepanjang saluran irigasi yang sudah lama kering. Menurut warga, penggalian sungai dan saluran irigasi itu mulai marak terjadi sejak satu bulan terakhir. Hal itu terpaksa dilakukan karena saluran air yang ada sudah tidak lagi dialiri air. "Sebulan ini susah sekali cari air. Daripada mahal-mahal beli, mending menggali sungai," ujar Darwis, warga Desa Wanayasa, Kecamatan Pontang. Pada Kamis siang kemarin memang terlihat beberapa warga tengah menggali tanah di saluran irigasi yang telah lama mengering. Beberapa warga juga terlihat tengah menimba air di sumur hasil galian tersebut. Biasanya warga menggunakan air tersebut untuk keperluan mandi dan mencuci, termasuk mencuci beras serta bahan makanan lain. Untuk keperluan minum, sebagian warga membeli air bersih bantuan dari pemerintah seharga Rp 5.000 untuk 60 liter air. "Kalau kepepet banget enggak punya uang, ya terpaksa minum air kali. Didiamkan semalaman, baru dimasak," ujar Ny Meri, warga lainnya. Sawah kering Kekeringan di wilayah Banten meluas. Ribuan hektar sawah di sejumlah kabupaten di Banten gagal panen padi akibat kekeringan yang terjadi empat bulan terakhir ini. Pemantauan Kompas di sepanjang jalur pantura Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang sepanjang hari Kamis menunjukkan, hamparan sawah di kiri-kanan jalan pantura Serang-Tangerang, sejak dari Kecamatan Pontang di Serang hingga di Kecamatan Kronjo, Sukadiri, sampai Teluk Naga di Kabupaten Tangerang, kering kerontang. Ribuan hektar sawah di Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, misalnya, gagal panen atau puso akibat kekeringan. Camat Tanara, Nur Saad, mengatakan di wilayahnya tercatat 1.035 hektar sawah kekeringan. Di Desa Cerukcuk, 360 hektar sawah kekeringan. Kepala Desa Cerukcuk, Dada Suhada, mengatakan, kekeringan yang berkepanjangan ini menyebabkan 85 persen warganya yang bekerja di sawah terpaksa beralih pekerjaan dan sebagian menganggur. Fahrurozi, Kepala Desa Tanara, mengatakan, sekitar 200 hektar dari 400 hektar sawah di wilayahnya puso. (NTA/KSP) Post Date : 08 September 2006 |