|
Pemprov kesulitan menjaga sungai yang melintasi lima wilayah Ibu Kota. Sedikitnya 17 sungai di Jakarta mengalami pendangkalan serta penyempitan. Akibatnya, debit air yang mengalir ke sungai-sungai tersebut jauh dari kapasitas ideal. Karena itu, saat musim hujan bencana banjir selalu mengancam Ibu Kota. Ini terus terjadi karena volume air terus meningkat dan sungai tidak mampu lagi menampung luapan air. Akibatnya, air mengalir ke tempat lain yang lebih rendah. Genangan air pun muncul di mana-mana, bahkan memasuki rumah warga. Butuh kesadaran semua pihak agar kondisi sungai bisa berubah. Sungai perlu dipelihara, bukan terus dicemari dengan beragam sampah dan limbah. Pengerukan sungai pun menjadi langkah penting agar air hujan bisa tertampung. ''Upaya pengerukan sungai merupakan salah satu antisipasi pengendalian banjir,'' ungkap Nyoman, kasubdin Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA) Dinas PU Tata Air DKI Jakarta. Hasil pendataan Dinas PU Tata Air menunjukkan, sungai-sungai yang mengalami pendangkalan meliputi Sungai Jati Kramat, Kali Angke, Cakung Drain, Kali Angke Jelambar, Kali Cililitan Besar, Kali Buaran, Kali Petukangan, Cengkareng Drain, Kali Pesanggrahan, Kali Serua, Kali Mampang, Kali Krukut, Kali Mookervart, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Lagoa Tirem, dan Banjir Kanal Barat. Sungai-sungai yang dangkal itu rata-rata kanan-kirinya dipadati permukiman padat. Warna air sungai kehitaman, penuh sampah, serta air sungai mengeluarkan bau tidak sedap. ''Memang baru tiga sungai yang bisa kami keruk,'' kata Nyoman. Sungai tersebut terdiri dari Kali Lagoa Tirem sepanjang 2.500 meter, Kali Sunter 2.000 meter, sedangkan Kali Cipinang baru dikeruk 1.000 meter. ''Sungai yang mendapat prioritas dikeruk kondisinya sangat dangkal dan telah mengalami penyempitan,'' ungkap Nyoman. Dinas PU Tata Air lebih banyak melakukan pengerukan untuk mengatasi pendangkalan saja. Jika menanggulangi penyempitan sungai, anggaran yang dibutuhkan lebih besar. ''Kalau pelebaran kan harus normalisasi dan butuh dana buat pembebasan lahan,'' kata Nyoman. Selain normalisasi, kegiatan fisik konstruksi bangunan dan pembutan turap juga dibutuhkan jika berorientasi pada pelebaran sungai. Idealnya, menurut Nyoman, antisipasi pendangkalan tidak hanya melalui pengerukan. Namun, diikuti pula dengan mewujudkan profil basah ideal, yakni melalui penurapan dan perbaikan dasar saluran. Ini sebagai upaya untuk menghindari penyempitan sungai. Selain itu, jelas Nyoman, partisipasi masyarakat dengan tidak membuang sampah di sungai juga sangat diperlukan. Apalagi, 80 persen sampah di sungai berasal dari limbah domestik, sedangkan 20 persennya berasal dari limbah industri, baik limbah cair ataupun limbah padat. ''Pengerukan sungai dilakukan tergantung kebutuhan atau usulan warga serta menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia,'' ungkap Nyoman. Menurut Nyoman, sungai-sungai mengalami pendangkalan karena faktor erosi, sedimentasi alami, serta aktivitas pembuangan sampah ke sungai. Akibat Penimbunan Sampah Pendangkalan sungai yang terjadi di Ibu Kota lebih banyak terjadi karena sampah atau timbunan limbah industri dan limbah domestik. ''Pendangkalan sungai di Jakarta lebih banyak disebabkan timbunan sampah serta limbah padat,'' kata Nyoman, kasubdin PU Tata Air. ''Untuk mengatasi sungai-sungai yang dangkal, kami berniat melakukan pengerukan dan normalisasi,'' kata Nyoman. Menurut Nyoman, pendangkalan dan penyempitan sungai merupakan faktor utama penyabab banjir. Oleh karena itu, antisipasi terhadap pendangkalan sungai harus segera dilakukan. Beberapa sungai di Ibu Kota yang telah mengalami pendangkalan adalah Sungai Sekretaris (Tanjung Duren Utara), Kali Grogol (Tanjung Duren Utara), Sungai Apuran (Kapuk), Kali Adem (Muara Angke), Kali Item (Jakarta Pusat), Kali Tirem (Ancol), Kali Cakung (Jakarta Timur). ''Untuk Banjir Kanal menjadi tanggung jawab departemen,'' ujar Nyoman. Target tahun ini, kata Nyoman, adalah pengerukan Kali Item dan Kali Tirem. Dinas PU Tata Air DKI Jakarta menemukan beberapa kendala untuk mengeruk beberapa sungai yang telah dangkal. ''Kanan-kiri sungai sudah dipadati bangunan atau rumah-rumah penduduk. Bagaimana bisa dilakukan pengerukan?'' ungkap Nyoman. Kali Cakung, misalnya, sudah sangat dangkal. Namun, pengerukan belum dapat dilakukan karena permukiman yang cukup padat telah mengepung bibir sungai. ''Lahan dan pemukiman di sekitar Kali Cakung harus dibebaskan terlebih dulu agar di tepi sungai dapat dibuat turap,'' ujar Nyoman. Kondisi yang sama terjadi di Kali Apuran, Kelurahan Kapuk. Selain permukiman yang cukup padat di sekitar kali, di Kapuk terdapat peternakan dan pemotongan babi sehingga kotoran dan bekas-bekas makanan untuk hewan ternak itu dengan amat mudah membuat kali menjadi dangkal. Dinas PU Tata Air kesulitan melakukan pengerukan di lokasi Kali Apuran dengan alat berat karena di bantaran kali sudah dipadati bangunan penduduk. ''Kali Apuran kurang ideal untuk dikeruk, harus dilakukan normalisasi dulu,'' kata Nyoman. Sebagai upaya preventif, Dinas Tata Air mengimbau warga Ibu Kota tidak membuang limbah atau sampah di sungai. Sebagai antisipasi pendangkalan, Dinas PU Tata Air berencana melakukan pengerukan di beberapa sungai. ''Warga di sekitar sungai jangan sembarangan buang sampah. Kalau warga di hulu yang membuang sampah maka warga yang di hilir sungai pun terkena imbas,'' ujar Nyoman. Hal ini berkaitan dengan fungsi sungai untuk mengalirkan limpahan air hujan. ''Untuk antisipasi banjir di Jakarta Barat kami akan membuat saluran penghubung di sepanjang Daan Mogot,'' ujar Nyoman. Selain itu, Dinas PU Tata Air juga berencana membuat cekungan atau waduk-waduk kecil. Laporan : c06 Post Date : 27 September 2004 |