KARAWANG(SI) – Air luapan Sungai Citarum kembali merendam ratusan rumah di Karawang, kemarin.Padahal,sehari sebelumnya,banjir surut dan warga di berbagai kecamatan mulai membersihkan rumah mereka dari lumpur dan sampah.
Banjir kembali meninggi antara lain di Perumahan Karaba Indah I Desa Wadas dan Perumahan Bintang Alam Desa Telukjambe,Gempol Girang, Sumedangan, Bobojong, dan Pasir Jengkol di Kecamatan Telukjambe Timur.Ketinggian air mencapai sekitar 40 cm. Banjir juga terjadi di Kecamatan Karawang Barat akibat meluapnya air Sungai Cibeet dan merendam empat desa,yaitu Desa Mulyajaya, Mekarmulya,Parungsari,dan Karangligar. Syamsul,warga Perumahan Karawang Barat Indah I,mengatakan, air kembali naik sejak pagi.
Dia dan para tetangganya pun memilih kembali ke pengungsian. ”Kami juga khawatir air semakin tinggi malam hari karena siang hari turun hujan lebat di Karawang,”tuturnya. Sementara itu, Ridwan,warga Perumahan Bintang Alam, mengatakan, air sudah meninggi sejak dini hari kemarin. Meski kembali surut pada siang harinya, namun banyak warga yang kembali ke pengungsian. ”Kalau kondisinya terus seperti ini, kami tidak bisa hidup tenang,”ujarnya. Sementara itu, dalam rapat evaluasi bencana banjir di ruang rapat DPRD Kabupaten Karawang, kemarin,Asisten Daerah I Bidang Pemerintahan Pemkab Karawang, Saleh Efendi mengatakan, pihaknya belum bisa menyimpulkan nilai total kerugian akibat bencana ini.
”Data terakhir jumlah korban banjir sebanyak 29.387 kepala keluarga dan 105.303 jiwa,”sebutnya. Untuk pertanian, banjir akhir Maret ini merupakan banjir ketiga yang merendam areal pertanian sepanjang 2010. Banjir pertama terjadi pada 22 Januari 2010 yang merendam 6.346 hektare lahan pertanian puso di 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Tempuran,Telukjambe Barat,Rawamerta,Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan,jayakerta,Pedes, cilebar,Cibuaya,Tirtajaya,Batujaya, dan Pakisjaya. Dinas Pertanian dan Kehutanan telah mengajukan bantuan benih sebanyak 158.650 kg.
”Bantuan tersebut telah diverifikasi,” ucap Kepala Bidang Tanaman dan Pangan Distanhut, Kadarisman. Banjir kedua,pada 21 Februari 2010 menggenangi 2.340 hektare lahan pertanian di 10 kecamatan. Sedangkan banjir ketiga akhir Maret 2010, telah merendam dan menyebabkan 774 hektare sawah puso. Distanhut pun telah mengajukan bantuan untuk pembelian benih kepada Gubernur Jawa Barat sebesar Rp 1,2 miliar.
Krisis Air Bersih
Para korban banjir Karawang mengalami kekurangan air bersih, terutama mereka yang menggantungkan suplai airnya dari air tanah. Menurut warga,air tanah saat ini berubah menjadi keruh dan mengeluarkan bau tidak sedap. ”Karena keruh dan bau, kami tidak bisa mengonsumsinya.Air ini hanya bisa digunakan membersihkan rumah dan perabotan rumah tangga,” ucap Syarif, warga Perumahan Karawang Barat Indah I. Untuk memenuhi kebutuhan air masak dan mandi,lanjut Syarif, dirinya terpaksa membeli air isi ulang.
”Sebelum terendam banjir, air tanah jernih dan tidak berbau. Namun setelah terendam kami tidak bisa memanfaatkannya lagi,” ujarnya. Selain tidak ada surplai air bersih,Ketua RT 05 RW 09 Blok XH Perumahan Karawang Barat Indah I, Syamsul,memperkirakan air tanah sudah bercampur dengan air tercemar limbah dari Sungai Citarum yang kemungkinan berbahaya. ”Air di rumah warga semuanya berwarna kehitam-hitaman dan berbau, takut menyebabkan gatal-gatal kalau dipakai mandi,” ujar Syamsul. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang,Asep Lukman Hidayat menyatakan, air bawah tanah di Karawang pascabanjir tidak steril dan tidak dapat dikonsumsi warga.
”Sungai Citarum kan tempat pembuangan limbah dari pabrik- pabrik yang berada di sepanjang sungai Citarum serta limbah dari rumah sakit,”bebernya. Untuk mengembalikan air ke kondisi normal,kata Asep,perlu dilakukan kapurisasi di semua sumber air di permukiman. Untuk mengantisipasi timbulnya berbagai penyakit pascabanjir, juga perlu dilakukan penyemprotan (fogging) di setiap rumah. ”Besok (hari ini) kami akan melakukan pengasapan di semua warga yang terendam banjir,”jaminnya.
Normalisasi Citarum
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan kembali mengungkapkan, untuk menanggulangi kerusakan aliran Sungai Citarum dari hulu hingga hilir Bendungan Saguling dibutuhkan dana sekitar Rp3,35 triliun. ”Tentu ini perlu dibicarakan lagi dengan pemerintah pusat.Angka ini belum mencakup Jatiluhur,”kata Heryawan.
Dia menekankan, perlu ada sinergitas antara pemda dan pemerintah pusat untuk bersama-sama melakukan yang terbaik dalam penanggulangan banjir dan kerusakan daerah aliran Sungai (DAS) Citarum. Pemprov Jabar telah mempresentasikan konsep holistik penanganan Sungai Citarum termasuk sembilan anak sungainya yang semua berada di wilayah Bandung selatan. (raden bagja mulyana/ tantan sulthon)
Post Date : 31 Maret 2010
|