|
Semarang, Kompas - Dari sekian banyak sungai di Jawa Tengah, tingkat pencemaran air di Sungai Bengawan Solo paling tinggi. Saat ini lebih dari 100 industri, baik industri besar maupun kecil di Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, membuang limbahnya ke sungai terpanjang di Jawa (600 kilometer) ini. Sumber pencemaran didominasi limbah pabrik tekstil yang banyak terdapat di Kabupaten Karanganyar. "Jumlah industri di DAS Bengawan Solo luar biasa, dan umumnya masih membuang limbahnya ke Sungai Bengawan Solo maupun anak- anak sungai yang bermuara di Bengawan Solo," kata Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Jateng Djoko Sutrisno dalam seminar yang bertema "Pencemaran Industri di Kawasan Perkotaan, Ancaman dan Peluang Mitigasi" di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Senin (1/11). Pencemaran air Sungai Bengawan Solo itu penting untuk diperhatikan, kata Djoko, karena ada kecenderungan terus meningkat. Ditambah lagi air Bengawan Solo digunakan sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum di Cepu (Jateng) dan Bojonegoro (Jatim). "Beberapa perusahaan pencemar di Karanganyar sudah kami tindak, ada satu yang disidik langsung. Saat ini kasusnya sudah kami limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jateng. Beberapa kasus lainnya ditangani oleh Kepolisian Daerah Jateng," kata Djoko. Djoko menjelaskan, sedikitnya ada 10 sungai besar yang kualitas airnya terus turun atau tercemar. Selain Sungai Bengawan Solo, sembilan sungai lainnya adalah Kaligarang, Sambong, Serayu, Pemali Comal, Juwana, Gung, Wulan, Progo, dan Sungai Banger. Kadar BOD, COD, dan timbal di sungai-sungai tersebut sudah melebihi ambang batas normal. Pencemaran sungai-sungai itu berasal dari limbah industri yang banyak terdapat di Jateng. Saat ini ada sekitar 644.218 perusahaan di Jateng, dari kecil sampai besar, atau sekitar 30 persen dari jumlah perusahaan di Indonesia. Dari jumlah itu, 3.800 perusahaan berpotensi mencemari lingkungan, di mana 1.650 di antaranya menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Juga limbah rumah sakitSebanyak 644.218 perusahaan itu, lanjut Djoko, menghasilkan rata-rata lima meter kubik limbah cair per tahun. Sementara itu, 1.160 industri yang menghasilkan limbah B3 cair sebanyak 49,54 meter kubik per tahun dan limbah B3 padat sekitar 808.054,85 ton per tahun. Limbah B3 padat banyak didapati di wilayah Pekalongan, mencapai 7.015,68 ton per tahun yang berasal dari sekitar 309 industri yang ada di sana. "Banyaknya jumlah industri di Jateng tidak mungkin bagi kami untuk mengawasi satu per satu. Kami hanya mampu mengawasi industri-industri besar, terutama yang pernah ada kasus," ujar Djoko. Selain limbah industri, kata Djoko, limbah rumah sakit dan hotel berbintang maupun melati juga mempunyai andil terjadinya pencemaran. Saat ini di Jateng tercatat ada 129 rumah sakit, 90 hotel berbintang, dan ratusan hotel melati. "Bukan hanya sungai yang tercemar, sejumlah waduk di Jateng juga sudah tercemar. Berdasarkan parameter COD dan BOD, kualitas air Waduk Wonogiri, Kedungombo, Rawapening, Wadaslintang, Sudirman, dan Sempor saat ini sudah tercemar meski tidak setinggi pencemaran sungai," kata Djoko. Pencemaran air (sungai) itu, ujar Djoko, juga disebabkan oleh sampah domestik yang dibuang ke sungai. Kerusakan lingkungan akibat penggundulan hutan atau perubahan tata guna lahan juga mempunyai andil dalam pencemaran air, yaitu berasal dari zat padat yang terlarut. (IKA) Post Date : 02 November 2004 |