|
Jambi, Kompas - Sungai Batanghari sejak tiga hari terakhir kembali dipenuhi sampah. Selain karena air sungai yang sedang pasang, sebagian besar warga dan perusahaan di bantaran sungai masih lalai memerhatikan kelestarian lingkungan. Dalam pantauan Kompas di sepanjang Sungai Batanghari dari Muaro Jambi hingga Kota Jambi, permukaan air dan debit sungai meninggi. Sampah memenuhi permukaan sungai. Selain kotoran dan buih bawaan dari hulu, terdapat juga limbah gergajian kayu, limbah pengolahan karet, plastik, serta batang-batang kayu. Yeni, warga Penyengat Olak, Muaro Jambi, mengemukakan, banyak warga yang mengeluh gatal-gatal ketika air keruh seperti sekarang. Kondisi ini biasa berlangsung ketika debit air sungai meningkat. Perempuan yang biasanya memanfaatkan sungai untuk minum, memasak, mandi, dan mencuci baju ini untuk sementara menahan diri. "Dua hari ini mau tidak mau, saya menggunakan air sumur tetangga untuk memasak, tetapi mandi dan mencuci baju masih di sungai karena persediaan air sumur sangat sedikit," ungkap Yeni, Selasa (11/9). Warga di beberapa wilayah di Provinsi Jambi masih sangat bergantung pada Sungai Batanghari untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Yeni sendiri biasanya mengambil air pada siang hari untuk dimasak. "Kalau ngambil air pagi hari sudah pasti lebih kotor lagi karena banyak orang buang air, mandi, dan mencuci di tempat yang sama," tuturnya. Tidak enak Yeni mengeluhkan air sungai itu sebab meski telah dijernihkan dengan tawas dan dimasak matang, tetap rasanya tak enak. "Apalagi kalau sedang keruh seperti sekarang, rasa airnya tidak enak. Tapi, ya mau bagaimana lagi. Kami sendiri tidak mampu beli air PAM," katanya. Junainah, warga Penyengat Olak, menuturkan hal serupa. Menurut dia, air sungai kotor karena masih banyak orang yang membuang limbah di sungai, baik rumah tangga maupun perusahaan. "Itu lihat saja. Ada limbah karet, ada banyak plastik juga di permukaan, yang kebanyakan datangnya dari arah hulu," tutur Junainah. Karena sering mengalami gatal-gatal akibat air sungai yang keruh, Junainah mulai memanfaatkan air sumur sejak dua tahun terakhir. Meski demikian, penggunaan air sumur betul-betul dihemat karena persediaannya terbatas. "Kalau hujan lama tidak turun, persediaan air dalam sumur cepat habis. Terpaksa kami kembali mengambil air dari sungai," ujarnya. (ITA) Post Date : 12 September 2007 |