Sungai Batanghari Meluap

Sumber:Kompas - 02 Maret 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Jambi, Kompas - Sungai Batanghari di Jambi meluap, Senin (1/3). Akibatnya, Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, banjir.

Banjir di Kota Jambi terjadi di enam kecamatan, yaitu Pelayangan, Olak Kemang, Telanaipura, Pasar, Kasang, dan Jambi Selatan. Di Kampung Pulau Pandan, Kelurahan Legok, Telanaipura, ketinggian air 1 meter lebih.

Di Muaro Jambi, banjir terjadi di Kecamatan Muaro Kumpeh, Kumpeh Ulu, dan Kumpeh Ilir. Di Muaro Kumpeh, ketinggian air sekitar 60 sentimeter.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Provinsi Jambi RL Tobing mengatakan, wilayah Jambi masih di puncak musim hujan. Banjir diperkirakan dominan terjadi di wilayah barat, yaitu Merangin, Bungo, dan Kerinci, yang kerap mendapat banjir kiriman dari wilayah hulu di Sumatera Barat.

13 DAS kritis


Kondisi 13 daerah aliran sungai (DAS) di Kalimantan Selatan kini hampir semuanya kritis. Hal ini terjadi akibat tutupan lingkungan atau hutan di sekitarnya rusak dan beralih fungsi.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalsel Rahmadi Kurdi, Senin di Banjarmasin, menyatakan, kondisi DAS yang kritis perlu segera direhabilitasi. Karena terjadi pendangkalan, kemampuan sungai menampung air semakin berkurang.

Jika dibiarkan, hal ini akan mengakibatkan bencana. Pada musim kemarau kekurangan air dan pada musim hujan terjadi banjir. Padahal, sungai di Kalimantan memiliki fungsi vital bagi masyarakat.

DAS kritis itu, antara lain, adalah DAS Barito, Batulicin, Satui, Cenggal, Riam Kanan, Riam Kiwa, dan Amandit.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Hegar Wahyu Hidayat mengatakan, pemerintah harus mengendalikan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Degradasi lingkungan di Kalsel terjadi sejak 1970-an. Dimulai dengan kayu, disusul oleh tambang batu bara dan kebun kelapa sawit.

Sementara itu, curah hujan sangat tinggi disebut sebagai penyebab dominan bencana tanah longsor dalam sebulan terakhir di Kabupaten Garut, selain sejumlah penyebab lain.

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Garut Eddy Muharam. Adapun penyebab lain adalah kondisi topografi yang miring, kerentanan pergerakan tanah, tutupan vegetasi yang kurang, dan gangguan sekitar hutan.

Menurut Eddy, curah hujan di Garut pada dua minggu pertama Februari 2010 mencapai 260 milimeter. Padahal, curah hujan normal di Garut dalam sebulan rata-rata hanya 200 milimeter. (ITA/WER/ADH)



Post Date : 02 Maret 2010